22.7.13

Cerita Tentang Sahabat

Aku menengok ke kiri dan ke kanan sebelum menyeberang jalan. Kulewati tukang kupat tahu dan penjual minuman yang masih setia di depan gedung itu. Semua masih tetap di posisi seperti dulu. Pohon mangga yang rimbun masih berdiri tegak di halaman depan. Yang jelas berbeda adalah gambar kolase di dinding depan. Dulu kolasenya adalah kastil. Dulu, sebelum aku meninggalkan gedung ini. Kolase kastil yang merupakan bukti sinergi kami, aku dan sahabat-sahabatku, sekarang berganti dengan kolase robot. 

Aku berjalan melewati meja front office. Penghuni ruangan ini benar-benar mahluk setia. Sejak pertama kali ia kerja di sini sampai sekarang masih bertahan. Aku tersenyum padanya. Mahluk ayu berambut panjang yang selalu tenang. Nyaris tidak pernah terlihat marah bagaimanapun kesalnya dia. Sekarang, mahluk ayu itu menjadi sahabatku. Entah kapan dimulainya, tapi sejak aku meninggalkan gedung ini, kami selalu bertukar kabar. Sekedar obrolan ringan, sampai curhatan mendalam. 

Aku melangkah ke ruangan berikutnya. Aku tertegun di ruangan itu. Sekarang ruangan ini sudah berubah. Meja-meja dan kursi-kursi ukuran kecil tersusun di ruangan ini. Aku merindukan blocks yang dulu tersusun rapi di sini. Tidak, bukan blocks-nya yang aku rindukan. Aku merindukan semua orang-orang yang sering menghuni ruangan ini. Dulu, beberapa tahun lalu. Di sinilah tempat kami berkumpul. Aku dan sahabat-sahabatku. Timku yang solid. Kala itu, kami benar-benar seperti keluarga. Saling membantu tanpa memikirkan 'ini bukan tugasku'. Yang kami pikirkan saat itu adalah 'apa yang bisa kubantu'. Sungguh! Sampai saat ini, aku belum menemukan lagi tim seperti teman-temanku dahulu. 

Aku duduk di salah satu kursi. Ruangan yang aku duduki sekarang, dulu adalah ruangan berkarpet dengan blocks tertata di sekeliling ruangan. Kecuali bagian pintu tentu saja. Di sini, aku dan teman-temanku mengerjakan tugas-tugas kami. Mengisi buku hijau, membuat laporan, memeriksa karya, lembar kerja, mencari sumber belajar, dan lain sebagainya. Entahlah, rasanya kami melakukan segala hal di ruangan ini. Paling sering kami menghadapi laptop-laptop kami. Termasuk memutar music video Super Junior kalau kami merasa suntuk. Akhirnya, kami akan tertawa-tawa bersama, cukup menghilangkan kesuntukan kami. Aku sering merindukan saat-saat itu, saat-saat di mana aku menghabiskan waktu bersama teman-temanku, sahabat-sahabatku, yang sudah menjadi keluargaku. 

Sekarang, sahabat-sahabatku yang dulu berada di ruangan ini sudah pergi satu demi satu. Masing-masing memiliki mimpi dan harapan. Acara perpisahan sudah diadakan. Acara perpisahan pasti identik dengan kesedihan, betul? Ya! Siapa yang tidak sedih ketika sahabat-sahabat kita memutuskan untuk 'pergi'? Setiap orang punya pilihan, kan? Hanya saja, tidak semua kesedihan harus disertai dengan tangis. 

Lalu kenapa aku tidak menangis?
Karena aku tahu, perpisahan ini bukan untuk selamanya. Hanya sebatas kertas putih sebagai batas formal yang disebut kontrak atau surat kesepakatan. Aku dan kalian, para sahabatku, masih bisa bertemu seperti yang sudah pernah kita lakukan sebelumnya. Kita masih bisa bercanda, bertukar cerita, tertawa bersama, saling mendukung bersama, dan banyak hal yang bisa kita lakukan bersama. Itu yang membuat aku tidak menangis.

Sahabat-sahabatku, hidup adalah pilihan. 
Terima kasih karena sudah memberikan kenangan indah selama ini.
Di mana pun kalian berada, aku yakin kalian pasti akan bisa bahagia.
Bahagia itu sederhana. Sesederhana tawa kita bersama. 

Aku teringat salah seorang sahabatku pernah berkata, "Inilah yang dinamakan sahabat, In. Kita tidak harus bertemu dan berbincang setiap hari. Tetapi, ketika kita bertemu, kita bisa lebur dalam obrolan, mengalir tanpa beban, saling berbicara tanpa ada pamrih. Seperti yang kita lakukan sekarang ini. Ringan."

Semoga, kita tetap menjadi sahabat yang benar-benar bersahabat. Sampai bertemu lagi di lain kesempatan. Insya Allah.


Photo by Lupytha Hermin


#14DaysofInspiration.
Gabungan 'Kangen' dan 'Kenapa Aku Tidak Menangis?

No comments:

Post a Comment