10.6.16

Istimewanya Seorang Guru

Hari ini saya melayat dosen yang berpulang ke Rahmatullah. Kang Tardjo, kami memanggilnya begitu. Seorang dosen yang istimewa. Beliau disemayamkan di Masjid Universitas Padjadjaran Dipati Ukur Bandung. Sesampainya di sana, saya bertemu dengan banyak orang. Semakin sore, semakin banyak orang berkumpul untuk berbela sungkawa.Teman seangkatan, adik dan kakak tingkat. Tidak semuanya saya ingat namanya. Bahkan ada yang baru bertemu. Tapi kami saling tersenyum dan bersalaman. Saya bertemu dengan dosen-dosen hebat. Salah seorang dosen berkata, "Saya tidak ingat nama, tapi pasti dari Psikologi." Ya, tidak semuanya ingat dengan nama. Sudah lama sekali saya tidak bertemu dengan dosen-dosen saya. Tapi ketika kami bertemu, kami saling tersenyum, menyapa, bersalaman, dan  bertanya kabar. Itulah istimewanya guru. Guru akan diingat muridnya. Dosen akan diingat mahasiswanya. Guru punya ratusan bahkan mungkin ribuan murid. Berjuta detik terlewati tapi guru masih mengingat wajah muridnya.

Itulah istimewanya guru. Kami, mahasiswa Kang Tardjo berkumpul karena kami menghormati guru kami, dosen kami. Beliau mampu mengumpulkan banyak orang untuk memberikan penghormatan terakhir, saling bersilaturahmi satu sama lain meskipun dalam suasana duka. Itulah istimewanya guru. Beliau tidak kalah dengan Muhammad Ali yang dihadiri oleh 10.000 pelayat, dielu-elukan dan dipanggil namanya sepanjang jalan menuju pemakaman. 

Selamat jalan, Kang Tardjo. Semoga Allah menerima amal ibadahmu. Aamiin. 

Andai Saja

Di salah satu stasiun TV sedang diputar film La Tahzan. Ceritanya seorang Jepang yang tertarik untuk belajar Islam. Cerita ini mengingatkan saya pada perjalanan ke Jepang bersama teman saya. Kami berdua punya ketertarikan dengan Jepang. Negaranya dan orang-orangnya. Sampai kami berharap semoga jodoh kami orang Jepang yang sekeyakinan (aamiin). Saat itu, kami sedang berada di kota Kobe. Kota yang tenang. Kami berusaha mencari Masjid Kobe. Saya dengar, Kobe adalah kota dengan komunitas muslim yang cukup banyak. Pernah ditayangkan juga di televisi. Alhamdulillah, sampai juga di Masjid Kobe. Salat di sana dan menunggu maghrib sekalian. Sampai di sana, salah satu pengurusnya ternyata orang Indonesia juga. Dia sedang bercakap-cakap dengan serombongan pemuda Indonesia. Samar-samar terdengar pembicaraan mereka. Ternyata, pembicaraannya seputar jodoh juga. Aku dan temanku hanya senyum saja. Kalau jodoh mah nggak ke mana, kan?

5.6.16

Hari -1 Puasa

Jalan Malabar (atas) dan Jalan Sunda (bawah)
Hari Minggu tanggal 5 Juni 2016. Pagi hari. Beberapa jalanan lengang. Jalan Malabar memang bukan jalan yang sangat ramai. Tapi tidak juga selengang hari ini. Mobil-mobil di depan sebuah gereja berjejer parkir. Jalan Sunda adalah salah satu jalan yang ramai dan biasa macet. Tapi kali ini tidak banyak mobil yang lewat bahkan antri berjalan. Entah karena orang-orang terpusat pada Car Free Day terakhir sebelum bulan puasa atau memang benar-benar sepi karena mau puasa. Yang saya rasakan, suasana puasa sudah sangat kental terlihat. 'Bau' puasa sudah kuat tercium.

Bicara tentang puasa, alhamdulillah diberi kesempatan bertemu lagi. Dapatkah saya menjalankan puasa lebih baik dari tahun lalu?
Dapatkah saya menjaga lisan saya dari bergunjing atau mengatakan hal-hal buruk?
Dapatkah saya menjaga hati saya agar ikhlas?
Dapatkah saya mengendalikan diri dari hawa nafsu?
Dapatkah saya belajar menjadi individu yang lebih peka terhadap orang lain? 
Sederet dapatkah muncul seiring hawa puasa yang semakin tebal. 

Saya akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik!

Hanya itu yang bisa saya jawab.
Selamat menjalankan ibadah puasa. 


#Ciremai Express, 10.07

1.6.16

Pendidikan yang Berhasil

Di antara sekian peristiwa menyebalkan berturut-turut pada hari ini, ada satu kejadian yang menyejukkan hati. Lokasinya di angkutan kota  (a.k.a angkot) jurusan Gedebage-Stasiun Hall. Siang itu, saya hendak pergi ke dokter gigi di Buah Batu. Tak berapa lama, dua siswa (mungkin murid-murid SMP), naik angkot yang saya tumpangi. Mereka berdua membawa minuman kotak. Setelah minuman habis, salah satu dari mereka menyimpan kotak kosong ke bawah kursi. Temannya mengingatkan untuk tidak menyimpan di situ. Mereka mencari tempat sampah di dalam angkot (di Bandung, mobil termasuk angkot wajib menyediakan tempat sampah). Ternyata, tidak ada tempat sampah di dalam angkot. Akhirnya, mereka berdua melipat kotak bekas sampai kecil dan memegangnya. 

Sampai di Jalan Reog, tiga orang menyetop angkot dan naik. Seorang nenek, ibu, dan anak usia SD. Sampai di Jalan Kliningan, mereka turun. Sang ibu turun lebih dulu. Sang anak dan neneknya berdiri. Sang anak berkata, " Enin* dulu." Sang nenek lalu keluar lebih dahulu. Sang anak (cucu nenek) berdiri dengan sabar menunggu neneknya turun sambil memegangi neneknya. Setelah neneknya keluar, barulah sang anak keluar dari angkot.

Melihat kejadian itu, kagum saya pada mereka. Masih anak-anak, tapi mereka punya tanggung jawab dan respek. Respek terhadap benda, lingkungan, keluarga, dan orang yang lebih tua. Saya jadi ingat cerita bapak saya. Beliau adalah seorang guru yang pernah bertanya pada seorang lulusan S2 tentang arti pendidikan. Tidak bisa jawab kata bapak saya. Atasan saya juga sering mengingatkan pada kami (saya dan teman-teman guru bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana. 


sumber foto: slideshare.net

Ya, seyogyanya, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana. Berbahagialah guru-guru dari anak-anak itu karena mereka telah berhasil menanamkan akhlak mulia pada anak-anak itu. Saya sungguh iri. Mudah-mudahan, murid-murid saya pun seperti anak-anak itu. Punya akhlak mulia sebagai hasil usaha sadar dan terencana yang saya tanamkan pada murid-murid saya. Semoga. Selamat malam.


*Enin adalah panggilan untuk nenek dalam bahasa Sunda.