21.2.16

Surat Tentang Kemarin


Kepada Tuhan Yang Maha Tahu, 
Sebenarnya, tanpa menulis surat pun, Kau sudah tahu isi hatiku. Tapi, tidak apa-apalah. Siapa tahu apa yang kutuliskan bisa membawa kebaikan untuk orang lain. 

Ya, Tuhan Sang Penguasa Kehidupan,
Sungguh suatu berkah yang tak terkira aku masih bisa menikmati hari ini. Sejuknya hembus angin yang mencoba mengusir panas menyengat masih bisa aku rasa. Terangnya mentari menyinari bumi masih bisa kulihat. Ramainya suara supporter sepak bola di televisi, motor dengan knalpot yang memekakkan telinga, lagu manis yang mengingatkan akan kenangan indah bersama mantan, masih bisa aku dengar. Manis dan agak pahitnya teh tarik, serta asinnya bumbu mie instan masih bisa aku rasakan. Dan, Tuhan, hari ini, wanginya sabun mandi dan sabun cuci masih bisa aku hirup. Walaupun keinginan melihat sederet planet pada saat subuh belum bisa aku lihat karena langit selalu berawan, Tuhan, semoga Kau berikan aku kesempatan untuk melihatnya lain hari.

Wahai Tuhan Sang Penguasa Alam, 
Satu lagi berkah (dari sekian berkah-Mu yang tak terhitung jumlahnya). Terima kasih karena Kau masih memberikan kesempatan bertemu 20 Februari. Melewati hari itu kemarin, aku tahu, betapa Kau sayang padaku melalui keluarga dan teman-temanku. 

Tuhan, Kaulah Sang Penguasa Jiwa.
Berikan kesehatan, kerukunan, kebahagiaan, dan kecukupan untuk keluargaku. Dari perilaku mereka, aku tahu, aku adalah adik tersayang mereka. Aku tidak banyak menceritakan tentang ini karena aku tidak dapat menuangkan semuanya dalam kalimat. Akan terlalu panjang untuk diungkapkan. Kau Maha Tahu segala isi hati. Aku serahkan isi hatiku pada-Mu. 

Tuhan, berikan kesehatan dan kebahagiaan untuk sahabat-sahabatku. Aku tidak berharap mendapat hadiah dari mereka. Kehadiran mereka merupakan hadiah indah yang Kau berikan untukku. Album perjalanan, snowball, buku catatan, tas, adalah hadiah tambahan sebagai tanda sayang mereka padaku. Caring, loving, knowing, understanding, supporting, motivating, etc. Aku mendapatkannya dari mereka. Satu kalimat yang tertulis pada sampul salah satu buku hadiah mereka membuatku tertegun sesaat.

     I feel at home when I'm with you

Setuju! 
Tuhan, mereka adalah rumah keduaku. Kau Sang Maha Pengatur, Tuhan. Kau pastilah juga mengaturnya demikian. 

Satu pepatah (entah dari mana, tapi aku suka sekali dengan pepatah itu) mengatakan:

     "A true friend is a like four leaf clover. It's hard to find but lucky to have."

Ya.., sahabat-sahabatku adalah semanggi berdaun empatku. Sahabat-sahabat yang ingin aku bahagia, ceria, senang. Aku dapat merasakan ketulusan, kasih sayang, menerimaku apa adanya. Tuhan, berikan mereka keberuntungan seperti aku mendapatkan keberuntungan karena memiliki mereka. 

Tuhan, berikanlah balasan pada keluarga, para sahabat, dan teman-temanku yang telah melimpahiku dengan banyak doa pada hari itu. Semoga segala kebaikan mereka, kau balas berlipat ganda. Semoga para malaikat mengamini.

Yang terakhir (dalam surat ini). Tuhan, jadikan aku orang yang bersyukur. Supaya aku bisa menikmati semua berkah yang kau berikan dalam setiap hembus napasku. Alhamdulillah.

Terima kasih, Tuhan. 


Dari aku, sosok kecil dengan keberuntungan tak terhingga.

17.2.16

Kepada Temanku (Dulu)

Melihat benda yang dulu kau berikan, rasanya sedih
Mengingat dulu kita saling bercerita, rasa ingin kembali ke masa itu
Mengingat dulu kau memberiku semangat, itu kenangan indah
Mengingat.. mengingat.. mengingat...
Mengingat sesuatu yang sudah lalu,
mengingat yang sekarang telah hilang,
rasanya memang menyedihkan.
Tapi, saatnya aku harus menentukan sikap.
Aku tidak bisa seperti dulu.
Aku copot sesuatu yang mengingatkanku padamu.

Dan.. tak perlu kuingat masa lalu. 

4.2.16

Menyambut Kenangan 24 Februari


Kepada Kenangan,

Tiba-tiba ter-insight untuk berkirim kabar denganmu, Kenangan. Gara-garanya, dua orang memasang foto kami saat bepergian bersama sebagai display picture. Jadilah aku teringat dirimu. Kenangan dua tahun lalu.

Kenangan,
Dua tahun lalu adalah salah satu momen indah buat aku. Beramai-ramai pergi, tertawa bersama, saling tunggu, saling hargai satu sama lain. Tidak ada cibir tak suka atau ucapan yang mengiris gembira. Kami semua menikmatinya. Ingat saat-saat bengong bersama di depan loket Universal Studio karena ada rezeki tambahan? Gara-garanya kami menghitung-hitung untuk menghemat makan supaya nggak kehabisan uang. Ha..ha..ha. Anugerah yang patut disyukuri, nggak sih? Jelas!

Kenangan,
Setahun lalu di bulan Februari tanggal 24, kau juga kembali menghampiri kami. Hari itu, kami saling bertukar kenangan. Mengingat setiap saat kebersamaan kami. The Mummy yang spektakuler, perahu arung jeram yang nggak mau dijalankan petugas gara-gara ada plastik di tengah perahu (dan kami tidak ada yang sadar sehingga kami sibuk mencari sebabnya), mengejar dan menunggu bis terakhir (padahal beberapa menit kemudian ada bis pertama). 

“Jam segini kita lagi di ... "
"Jam segini kita lagi di...” 

Begitulah kami mengingatmu sepanjang hari. Aahh... kau hadirkan banyak ingatan indah, Kenangan.

Andaikan waktu bisa diutak-atik, ingin rasanya mengulang kembali.



Note:
Bentar lagi tanggal 24. Ada acara mengenang kembali? 

2.2.16

Kepada Seseorang yang Kupanggil 'D'

Dear D,
Sebenarnya, aku tidak tahu jelas bagaimana status hubungan kita. Tak pernah ada kata sepakat untuk pacaran, tapi jelas-jelas kita seperti dua orang yang pacaran. Main, kenal dengan keluarga masing-masing, merayakan ulang tahun yang sudah menjadi ritual tiap tahun, saling cerita, telepon, dan lain sebagainya. Teman-teman kita sudah memproklamirkan kita sebagai sepasang kekasih. Ketika kau lamar aku, aku hanya tertawa. Tidak tahu kenapa. Rasanya belum pas saja kau lamar aku saat kita dekat baru tiga bulan. Meskipun begitu, hubungan kita tetap seperti sebelum kau lamar aku. Kau bela aku dari orang-orang yang tidak suka dengan hubungan kita. Aku adalah orang pertama yang kau telepon ketika kau pindah kerja (dan kau pindah tanpa bilang padaku). Sampai kita putus pun, tak ada kata ‘putus’ dari kita berdua. Hanya kita semakin menjauh hingga sekian tahun lamanya. Kontak-kontakan lewat dunia maya masih berlangsung dan kita sama-sama masih melajang. Tak ada satupun dari kita yang bicara pernikahan. Kau tidak melamarku lagi. Sekian tahun berlalu dan aku masih begitu teringat dengan sosokmu dan kenangan kita. Apa pun yang kulihat, kudengar, kurasa, pasti dikaitkan dengan dirimu. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku terhadapmu saat ini? Apakah masih cinta (karena aku tidak juga beralih ke lain hati)? Ataukah aku hanya sosok wanita yang terperangkap masa lalu. Kalaupun kau lamar aku, aku sendiri tidak tahu apakah akan menerima atau tertawa seperti dulu? Hubungan macam apa ini? Aku tidak bisa menjawabnya.

Dear D, apakah kau bisa menjawab pertanyaanku?

Salam kangen,

V