28.3.15

Belitung Eksotik

Belitung!
Hampir semua orang mungkin sudah pernah mendengar ‘Belitung’. Bagaimana tidak? Belitung adalah satu tempat yang sangat fenomenal karena sebuah novel yang kemudian dijadikan film. Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata membuat banyak orang menyoroti Belitung. Apalagi tokoh Ibu Muslimah sebagai guru mampu membuat saya merasa bahwa sebagai pendidik, saya belum melakukan apa-apa. Kisah tentang pendidikan itulah yang justru membuat saya tertarik untuk membaca dan menonton Laskar Pelangi, bukan keindahan digambarkan dalam film tersebut. Namun, ketika ada tawaran untuk pergi ke sana, entah kenapa saya langsung mengiyakan tanpa pikir panjang. Mungkin karena saat itu saya merasa butuh bepergian. Dan tiga hari dua malam yang dihabiskan di Belitung ternyata cukup kuat tertanam dalam ingatan saya. Bahkan, ingin rasanya kembali menikmati pantai-pantai indah di Belitung. Rasanya, saya tidak pernah bosan untuk mengulang-ulang rangkaian memori yang terkumpul saat itu.

Teriakan Takjub Hari Pertama
Perjalanan ke Belitung dimulai pada tengah malam. Dinginnya udara Bandung kami (saya dan beberapa teman) abaikan. Penerbangan dari Cengkareng, Jakarta, ke Tanjung Pandan Belitung kami pilih di pagi hari. Jam 05.55. Alasannya sederhana, biar bisa cepat-cepat sampai ke Belitung. Alasan kedua lebih ekonomis, ogah rugi. Kami berprinsip: Sepagi mungkin sampai Belitung, sesore mungkin pulang ke Jakarta. Intinya, kami ingin memaksimalkan 3 hari 2 malam liburan kami di Belitung.

Perjalanan dari Jakarta ke Tanjung Pandan tidak memakan waktu lama. Kurang lebih 45 menit sampai 1 jam. Antrian pesawat yang akan take off malah terasa lebih lama (padahal sebenarnya tidak).  Di Bandara, pemandu wisata kami sudah menunggu. Kami dibawa untuk sarapan. Mie Belitung dan Es Jeruk Kunci adalah kuliner khas Belitung menjadi menu pagi itu. 


Mie Belitung dan Es Jeruk Kunci
Selesai sarapan, kami menuju hotel untuk menyimpan koper. Sesudah itu, kami langsung menuju Pantai Bukit Berahu. Begitu melihat pantai yang merupakan rangkaian dari Pantai Bukit Berahu, kami sudah berteriak-teriak kagum. Maklumlah, selama ini, pantai yang kami lihat warnanya coklat dengan pasir hitam. Sementara di sana, kami melihat air dengan warna hijau dan biru. Sampai di Bukit Berahu, kami takjub. Subhanallah! Laut  biru dan pasir putih yang halus belum pernah saya lihat sebelumnya. Saya dan teman-teman enggan beranjak karena kami begitu menikmati keindahan Pantai Bukit Berahu. Tidak ada orang lain selain kami sehingga kami merasa seperti pantai milik pribadi. Dengan berat hati, saya dan teman-teman harus meninggalkan Pantai Bukit Berahu. Tujuan selanjutnya adalah Pantai Tanjung Tinggi.

Pantai Bukit Berahu
Pantai Tanjung Tinggi
Pantai Tanjung Tinggi adalah pantai yang paling terkenal di Belitung. Mengapa? Karena di sinilah Laskar Pelangi menggambarkan keindahan Belitung. Batu-batu besar terlihat di mana-mana. Takjub saya bertambah. Bagaimana cara Tuhan mengatur batu-batu ini? Itu yang ada di dalam benak saya. Jika Tuhan senang bermain catur, mungkin Dia menggunakan batu-batu ini  sebagai bidak. Saya tidak pernah melihat batu sebesar itu seumur hidup saya kecuali di Tanjung Tinggi. Belum lagi air bening, pasir putih, dan ikan hias semacam ikan badut berenang bebas di antara bebatuan. 

Beningnya Tanjung Tinggi
Batu di Tanjung Tinggi
Tanjung Tinggi. Tidak akan ada tanpa campur tangan Tuhan
Pantai ini adalah pantai yang paling banyak pengunjung. Banyak tempat makan dan warung-warung di sana. Sayangnya, semakin banyak orang berkunjung tidak diimbangi oleh kesadaran menjaga lingkungan. Banyak sampah dibuang sembarangan. Beberapa tempat menjadi gunungan sampah. Tempat-tempat tertentu bahkan berbau pesing. Sedikit mengurangi keindahan Tanjung Tinggi, namun tidak mengurangi kepuasan dan kegembiraan ketika mengunjunginya. Makan siang dengan menu masakan laut dan minum kelapa muda, bermain sampai puas, bisa dilakukan di sana. Dan, rasanya tidak pernah puas bermain di sana.

Pantai Tanjung Kelayang
Pantai Tanjung Kelayang adalah pantai ketiga yang saya kunjungi setelah Bukit Berahu dan Tanjung Tinggi. Pantai ini juga lebih sepi dari Tanjung Tinggi, namun lebih ramai dari Bukit Berahu. Menurut saya, pasirnya lebih putih dibanding dua pantai sebelumnya. Airnya juga lebih bening.




Tanjung Kelayang menjelang sore

Pantai Tanjung Pendam
Menurut pemandu wisata, Pantai Tanjung Pendam adalah pantai yang paling bagus di Belitung. Namun, saya dan teman-teman sepakat bahwa Tanjung Tinggi dan Bukit Berahu lebih bagus dan lebih asyik untuk dieksplorasi. Memang benar, Pantai Tanjung Pendam merupakan pantai yang paling banyak dikunjungi oleh penduduk setempat. Pantai ini lebih ramai. Berbagai acara sering diadakan di sana termasuk acara Bujang Dayang. Bujang Dayang adalah acara pemilihan semacam Mojang Jajakanya atau Abang Nonenya Belitung. Malam itu, badan kami bau matahari. Pasir pantai mengotori kaki dan lantai kamar hotel.

Teriakan Histeris Hari Kedua
Hari kedua di Belitung saya dan teman-teman kembali ke Pantai Kelayang. Agenda hari itu adalah Hoping Islands. Kami akan diajak mengunjungi pulau-pulau yang banyak bertebaran di Belitung. Jangan harap kembali dengan baju kering jika selesai berkunjung ke pulau-pulau. Pulau pertama yang dikunjungi adalah Pulau Pasir, pulau yang hanya terlihat ketika surut. Tidak terlalu luas, tidak ada bebatuan. Yang ada hanya pasir putih.  
Bintang laut Pulau Pasir
Dari Pulau Pasir, kami mengunjungi Pulau Burong, Pulau Kepayang, dan Pulau Batu Layar. Uniknya, pulau-pulau ini tidak luas. Ada satu pulau yang terdiri dari bebatuan seperti Pulau Pasir yang hanya terdapat pasir.  Dan, bintang laut begitu mudah didapat di perairan tersebut. 



Pulau Lengkuas adalah pulau yang lebih luas dan sepertinya paling luas di antara pulau-pulau selama Hoping Islands. Pulau Lengkuas adalah pulau terjauh dari wilayah Belitung. Mercusuar tinggi menjulang menjadi ciri khas pulau tersebut. Keindahan sekitar Pulau Lengkuas bisa dinikmati dari tingkat tertinggi mercusuar. 
Mercusuar Pulau Lengkuas

Pulau Lengkuas dari atas mercusuar
Saat kami sedang di Pulau Lengkuas, mendung menggantung. Kami hampir tidak bisa pulang karena jika mendung, gelombang laut cenderung lebih tinggi. Akhirnya, kami pergi dari Pulau Lengkuas dengan beberapa kapal lainnya. Konvoi. Deg-degan karena gelombang laut masih tinggi, mendung masih menggantung. Kami seperti diayun. Awalnya, kami berteriak dengan teriakan senang (karena kami merasa seperti arung jeram). Lambat laun, ombak semakin tinggi, kami terombang-ambing dan teriakan senang itu menjadi histeris ketakutan.  Di situlah kebesaran Tuhan. Sesungguhnya manusia itu 'kecil'. Sungguh suatu pengalaman yang sangat berharga. Tapi, toh hal itu tidak membuat saya kapok untuk ke sana lagi. Syukurlah, hujan turun. Turunnya hujan seperti obat yang menurunkan panas. Ombak menjadi tenang jika hujan turun. Perjalanan pun dilanjutkan menuju satu pulau. 

Kami makan di pulau tersebut. Banyak turis-turis yang makan di sana. Sepertinya, pulau tersebut memang dijadikan tempat makan siang. Sesudah itu, saya dan teman-teman snorkling. Banyak ikan berenang-renang ke sana ke mari. Sayang, mata saya minus. Jadi pemandangan indah itu menjadi kabur. Jika teman-teman memiliki mata minus atau plus, sebaiknya memakai kacamata berenang yang minus atau plus (jika punya). Jangan sampai seperti saya. 

Hari kedua ditutup dengan bermain pasir di Pantai Kelayang. Baju basah yang berat karena pasir yang terbawa lebih banyak dari hari kemarin. Untung pihak hotel tidak mengusir kami karena pasir-pasir yang terbawa di baju dan badan kami.

Belanja Oleh-oleh, Rumah Adat, Danau Buatan di Hari Ketiga
Kami akan terbang di sore hari. Tidak ada lagi jadwal ke pantai. Jika saja ada, saya takut saya tak mau pulang. Saya ketagihan bermain di pantai. Pemandu wisata membawa kami ke pusat oleh-oleh, mengunjungi rumah adat Belitung,dan ke danau yang terbentuk karena pengerukan tambang. 
Rumah Adat
Danau yang terbentuk dari hasil pengerukan
Hari ketiga ditutup dengan perpisahan di Bandara dengan Belitung. Delay pesawat kurang lebih satu jam membuat kami menunggu di Bandara. 

Jika ada kesempatan, sempatkan ke Belitung, Teman. Percayalah,  niscaya tidak akan pernah bosan.


Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari tiket.com dan nulisbuku.com. #MenikmatiHidup #TiketBaliGratis