22.2.14

Re: Ini Ceritaku, Ceritamu?

Dear Uni, adikku!
Aku tetap tergelitik untuk menjawab suratmu. Padahal, kau sudah bilang tidak perlu. Aku hanya perlu membaca saja, katamu. Bagaimana bisa aku hanya membaca saja sementara kau punya pertanyaan yang sifatnya bukan retoris?

Uni, mungkin kamu sedang memasuki masa seperti lagu Britney Spears, "I'm not a girl (merasa) not yet a woman". Kamu memang bukan remaja lagi, tapi kamu sedang berproses menjadi seorang wanita dewasa. Kamu harus berdamai dengan waktu, Uni, karena sebuah proses butuh waktu. Menjadi dewasa bukan berarti mahir menutupi kesedihan. Bukan, Uni. Mungkin kamu sedang belajar 'dealing dengan' dan 'healing dari' kesedihan. Kamu sedang belajar menjadi dewasa. Jangan bekukan hatimu. Banyak orang yang membutuhkan kelembutanmu. Menjadi dewasa bukan berarti tidak boleh mengeluarkan air mata. Keluarkan kegundahan hatimu jika kau membutuhkannya. Kamu hanya perlu mengatur, untuk peristiwa apa kamu keluarkan air matamu. Jangan biarkan orang lain memorak-porandakan hatimu. Hatimu milikmu. Tetaplah menjadi Uni yang ekspresif dan selalu bersyukur. 

Selamat menuju dewasa, Uni. Pengalaman hidup akan membuatmu kaya. Kamulah yang berhak mengatur hatimu, bukan orang lain. Aku tidak punya indra keenam, aku tidak punya kemampuan telepati. Tapi kadang, aku bisa merasakan apa yang sedang kamu rasakan. Aku siapkan telinga untuk mendengarmu. Jangan ragu untuk mengetukku.

Uni, kamu bertanya bagaimana ceritaku. Hmm... aku baru saja melewati dua hari sejak ulang tahunku. Kupikir, kamu mengirimiku surat untuk mengucapkan selamat padaku.:-) Banyak kejadian di hari itu. Ternyata Tuhan itu maha pengatur segalanya. Pada hari ulang tahunku itu, Tuhan membuktikannya. Uni, tiga hari ke depan, mungkin aku akan menghilang dari dunia maya. Semoga saja, di sana banyak tempat-tempat dengan wifi gratis sehingga aku bisa bertegur sapa denganmu dan teman-teman. 

Sampai ketemu lagi, Uni.
Love you.

19.2.14

Perempuan Cantik Berkulit Putih

Hai, Perempuan Cantik Berkulit Putih!

Selamat Siang!

Semoga siangmu mampu menerangi hati yang terpancar di wajahmu. Semoga hari ini secerah wajahmu ketika mengabarkan good news tentang seorang anak padaku. Aku senang melihat binar-binar di matamu ketika bercerita. Semoga aku terus mendapatkan berita gembira yang membuatmu bahagia dan kebahagiaan itu menular padaku.

Hai, Perempuan Cantik Berkulit Putih!
Aku bukanlah seseorang yang pandai merangkai kata menjadi puitis. Mungkin seperti lirik lagu Jamrud, aku butuh kursus merangkai kata. :-) Aku hanyalah seseorang yang cuma bisa membuat kalimat sederhana. Kebiasaan membuat laporan yang harus dimengerti oleh orangtua seakan mendarahdaging dalam diriku. Oleh karenanya, aku seringkali kagum dengan orang-orang yang bisa bercerita dengan indahnya melalui kata-kata. Suatu saat, mungkin aku akan menjadi seperti itu. Doakan saja. Semoga, dengan begitu kau semakin senang membaca surat-suratku. Oh, Ya. Terima kasih karena sudah memberiku apresiasi melalui retweet yang kau lakukan. Hmmm.. senangnya. Terima kasih karena sudah mau menggantikanku mengajar saat aku tidak bisa. Sekali lagi, ya, minggu depan. Tolong gantikan aku menghadapi anak-anak lucu itu. 

Sampai ketemu lagi, teman. Kutunggu good news lain darimu.

17.2.14

Untuk Secangkir Minuman Bernama Kopi

Dulu kita begitu akrab. Saling berbicara? Tidak! Aku meminummu setiap hari. Sepulang kuliah, kuseduh sebungkus kopi dan kunikmati kehangatanmu. Hingga suatu saat (aku tidak ingat), sedikit demi sedikit, aku menjaga jarak. Alasannya? (Kembali) Aku tidak ingat lagi. Entah karena rasamu yang terlalu manis (karena yang kuseduh instant), atau aku mulai melirik minuman lain.

Yang jelas, aku kadang masih membutuhkanmu saat aku perlu mengerjakan sesuatu. Sebenarnya, tidak terlalu berpengaruh juga dirimu terhadapku. Jika kantuk menyerang, tetap saja mataku terpejam meski kau sudah memasuki tubuhku. :-)

Hari ini aku sakit kepala. Kalau aku meminummu, dapatkah kau menghilangkan sakit kepalaku? Atau malah jadi tambah berat rasanya kepala ini? Hai secangkir minuman bernama kopi! Aku butuh jawabanmu. 

16.2.14

Suster Vincent, Suatu Saat Nanti

Hai, Suster Vincent!

Suster masih ingat aku? Kita sering duduk bersebelahan saat kita berdua mengikuti pelatihan konseling seminggu penuh (kecuali hari Minggu). Aku masih ingat perbincangan pertama kita. 

"Kayak boneka, ya," kata Suster pada perempuan cantik yang duduk di depan kita.
"Itu Marshanda, Suster," kataku.
"Siapa Marshanda?" Tanya Suster.
"Marshanda, Suster. Artis," kataku lagi.

Suster kemudian mengangguk-angguk. Sebagai seorang suster Katholik, mungkin suster jarang menonton acara-acara entertainment dan sinetron. Sama, kok, aku juga jarang menonton sinetron. Selanjutnya, kita sering mengobrol tentang berbagai hal, menjadi pasangan dalam praktik, dan tertawa bersama.

Suster, setelah selesai pelatihan, kadang-kadang aku sering melihatmu di facebook. Bahkan kita sempat mengobrol. Aku senang kau panggil 'dek'. Tapi aku baru sadar. Sekarang, kau jarang muncul di dunia maya. Mungkin kau sibuk dengan kegiatanmu melayani umat, jalan yang sudah kau pilih sejak lama. Dan ternyata, aku kangen mengobrol denganmu. 

Suster, di mana kau sekarang? 
Berkenalan denganmu membuatku mengenal lebih banyak orang dengan latar belakangnya masing-masing. Aku memiliki banyak teman yang berbeda keyakinan denganku. Bahkan, beberapa di antaranya menjadi sahabatku. Tapi kenal dekat dengan seorang 'suster' benar-benar baru aku alami saat aku bertemu denganmu. Kepolosanmu membuat suasana pelatihan jadi 'hidup'. Kami sering tertawa bersama mendengarmu berbicara atau melihat tingkah polahmu. "Seperti melihat sound of music," kata Star, teman kita di pelatihan tersebut setelah melihatmu menari dalam suatu sesi pelatihan. 

Ingatkah kau, Suster? Kau dulu pernah mengajakku untuk mengadakan kegiatan bersama anak-anak karena aku seorang guru. Aku sempat ragu waktu itu. Tapi kau meyakinkanku bahwa kegiatan itu bersifat umum, bukan atas nama agama. Aku pun menyambut baik ajakan itu. Aku menantikan itu, Suster. Dengan begitu, aku akan bertemu denganmu lagi. Tapi aku tidak tahu di manakah kau sekarang?

Suster, semoga kau dalam keadaan sehat. Aku berharap semoga Tuhan menyampaikan rinduku padamu. Sampai ketemu lagi, Suster. Suatu saat nanti. 

Program Tantangan SD GagasCeria Bandung

Program Tantangan adalah kegiatan pull-out (di luar jam pelajaran) untuk mengembangkan anak berbakat. Anak berbakat memiliki karakteristik khas yang kadang membuat mereka tidak dapat menampilkan kemampuannya secara optimal. Misalnya memiliki minat terbatas, kemandirian belajar yang belum terbentuk secara konsisten, susah bekerja sama dengan orang lain, dan memiliki target yang tinggi sehingga menimbulkan kecemasan jika tidak tercapai. Sering saya dengar pendapat seperti ini, 

"Kok, nilainya biasa-biasa saja, ya."

"Oh, dia itu gifted."
"Belum muncul di kelas."

Tentu saja, jika kita hanya memandang hanya dari nilai, kemungkinan kita akan mendengar hal-hal seperti itu. Jangan lupa, manusia dikaruniai kecerdasan berganda. Jika bukan aspek logisnya yang bagus, mungkin ada kecerdasan lain yang dimiliki anak berbakat.

Sebagai anak dengan kemampuan yang tinggi, mereka pun diajak untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui kegiatan membuat proyek dan mengkomunikasikan apa yang sudah dibuatnya. Oleh karena itu, Program Tantangan mengembangkan 4 hal yaitu:

1. Kemandirian belajar 
2. Kolaborasi (kerjasama)
3. Merancang proyek dan berkomunikasi
4. Karakteristik personal
  • Kemandirian belajar
Kemandirian belajar dilatih dengan pembuatan jurnal setiap minggu, portofolio (membuat proyek di rumah bersama orangtua), dan mencari berbagai informasi menggunakan berbagai sumber. Bentuk dan topiknya bebas.

Jurnal, salah satunya adalah seperti ini:



Portofolio



  • Kolaborasi dalam merancang proyek

  • Dua hal ini berkaitan erat. Merancang proyek sering dilakukan dalam kelompok. Mau tidak mau, anak-anak harus belajar untuk bekerja sama. Bersikukuh pada pendapat sendiri kadang menjadi hambatan bagi anak berbakat dalam bekerja sama. Akhirnya mereka lebih memilih untuk bekerja sendiri karena bebas berekspresi sesuai dengan idenya. Jika hal ini dibiarkan, maka, karakteristik ini akan semakin kuat sehingga akan semakin sulit bersinergi dengan orang lain. Oleh karena itu, bekerja sama merupakan situasi yang diciptakan untuk belajar saling menghargai ide orang lain, berkolaborasi ide, dan belajar melihat dari sudut pandang lain selain sudut pandang sendiri. 




    • Berkomunikasi
    Presentasi jurnal, portofolio, dan proyek di depan kelas merupakan latihan berkomunikasi secara lisan. Pembuatan jurnal, menulis laporan proyek merupakan latihan komunikasi tertulis. Dua-duanya dilakukan dalam Program Tantangan. 


       
    Tentu saja, keberhasilan program ini perlu dukungan dari berbagai pihak. Dukungan di kelas, sistem sekolah, orangtua, bahkan kurikulum yang digunakan, menjadi merupakan faktor penting dalam keberhasilan program.

    Semoga bermanfaat.

    15.2.14

    Sampai Nggak Ke Sana?

    Hai, Gien! Apa kabar?
    Kamu sudah berangkat ke Malaysia? Atau masih di ujung timur Indonesia, kota yang begitu kau cintai?

    Gien, di Jawa sekarang sedang ribut tentang Gunung Kelud yang meletus. Mungkin Kelud sudah lelah mengantongi lava di perutnya. Jadi ia mual dan akhirnya muntah. Tahu nggak, Gien? Abunya terbang sampai jauh dibawa angin, termasuk ke kotaku. Sampaikah ke kotamu? Mudah-mudahan tidak. Orang-orang sudah mulai memakai masker untuk mencegah supaya abunya tidak terisap oleh napas. Syukurlah sekarang Bandung sudah dinyatakan bersih. Jadi, aku tidak perlu memakai masker yang tidak aku punya. Mungkin persediaan masker di Bandung menipis gara-gara hujan abu kemarin.

    Gien, mudah-mudahan, saat kau datang nanti, Bandung sudah benar-benar bersih dari abu. Mudah-mudahan tidak ada lagi bencana di negara kita. Jadi, kita bisa tertawa lepas seperti dulu. Sempatkan waktu untuk kita ketemu, ya. Atau kita hanya sempat bertemu di bandara seperti terakhir kita bertemu. Mudah-mudahan Tuhan memberi kita kesempatan untuk bertemu lagi dalam waktu yang lebih lama. Semoga kau dan mamamu diberi kesehatan oleh Yang Maha Kuasa.

    Sampai ketemu lagi, Gien. Mari kita siapkan cerita untuk saling bertukar pada saatnya. 

    13.2.14

    Cerita Jembatan Tua




    Kepada Jembatan Tua,

    "Jembatan yang dulu kita lewati runtuh." 


    Aku terhenyak membaca berita yang dikirim temanku. Pikiranku mengembara pada petualangan sebulan lalu. Kami berada dalam sebuah mobil menuju Sampit. Abang supir yang ramah mengingatkan kami ketika kami berada di depanmu.

    "Tutup mata biar nggak takut. Jembatan ini agak ekstrim."

    Saat itu, aku sebenarnya takut mendengar ucapan itu. Hanya saja, aku pura-pura tenang. Betul. Hanya pura-pura saja. Di depanku, engkau terbentang rapuh. Tua, lemah, dan tampak lelah. Seperti tidak akan kuat menahan beban kendaraan yang melewatimu. Aku tidak menutup mata. Tapi aku berdoa. Ya Tuhan, semoga Engkau masih mengizinkan aku hidup di dunia ciptaan-Mu. Dan, doaku terkabul. Kami selamat.

    Sekarang, berita itu mengabarkan engkau tidak ada lagi. Engkau, jembatan renta yang sudah habis masa hidupnya. Pertahananmu runtuh sudah. Aku tidak menyesalkan ini terjadi padamu. Kau memang sudah saatnya pensiun. Aku bersyukur kau masih kuat menahan saat kami berada di atasmu. Hanya satu harapku. Semoga tidak ada korban jiwa saat kau runtuh.

    Memori Kuayan-Sampit saat melewatimu.

    12.2.14

    Kepada Penghuni Malam

    Malam kian larut. Bukan, sekarang bukan malam lagi, tapi sudah menjelang pagi. Sudah jam 2 pagi. Suasana hening. Sunyi senyap. Kepalaku sudah mulai pening. Aku merapikan laptop, charger, dan beberapa barang yang kuletakkan di tempat tidur. Aku tidur saja. Kubuka selimut, kututupi diriku dengannya. Mata kupejamkan. Aku siap tidur. Tapi kenapa telingaku menangkap suara ribut? Bukankah tadi sunyi senyap? Kenapa musik terus terdengar di telingaku? Kenapa aku melihat kerlip cahaya di lantai? Bukankah aku sedang terpejam? Apa yang terjadi? 

    Dalam gelap mataku terpejam, suara-suara itu masih kudengar. Kerlip lampu di lantai kamar masih bersinar. Apa yang terjadi? Rasanya aku sudah berdoa. Apa aku perlu merapalkan doa-doa lain supaya malam kembali hening? Aku coba saja. Kupilih satu doa. Aku mulai melantunkan ayat suci dalam hati. Kurasakan badanku seperti dikelilingi angin. Semakin jauh aku membaca ayat suci, angin yang menyelimuti perlahan-lahan meninggalkanku. Selesai membaca ayat, duniaku kembali hening. Telingaku menangkap kesunyian seperti sebelum aku memutuskan untuk tidur. Apa ini? Apakah engkau Sang Penghuni Malam? Jikalau engkau benar Sang Penghuni Malam, apakah kau ingin kita bermain? 

    Tidak! Aku tidak ingin bermain denganmu. Aku hanya ingin bermain dengan manusia. Hai, Sang Penghuni Malam, bagaimana kalau kita buat perjanjian. Biarkan kita hidup di dunia masing-masing. Mari kita saling menghormati. Duniaku dengan duniaku, duniamu dengan duniamu.

    9.2.14

    Pasir Impun Di Hari Minggu

    Hai, Teman-teman!

    Hari ini kita berencana kembali bertemu. Sudah lama, ya, kita tidak mengadakan acara bersama. Terakhir waktu bulan puasa lalu. Sesudahnya belum pernah lagi. Alasannya klasik. Karena kesibukan masing-masing. Kalian dengan dinamika rumah tangga kalian, aku dengan dinamika hidupku. Menyatukan jadwal berbagai kepala dengan berbagai kepentingan memang bukan hal mudah. Tapi, aku berharap hubungan baik ini tetap berjalan walaupun kita sudah semakin jarang bertemu. 

    Hari ini ditunggu di rumah Dian, ya. Di Pasir Impun. Kita ngerujak. Umi sudah menyediakan brownies tabur keju buatan sendiri. Yummy! Zia mungkin tidak jadi ikut. Dia lagi galau karena mama mertuanya tidak jadi ke Garut. Jadi, kemungkinan dia dan suaminya yang harus ke Garut. Duh.. padahal aku ingin lihat ke-riweuh-an Zia. Itu yang bikin kangen, kan? Septi ada undangan. Mudah-mudahan bisa gabung sesudah undangan. Risna, semoga Bio cepat sembuh. Kangen sama Bio. Mungkin dari rumah Dian, aku mampir ke Kircon. Endang, sibuk persiapan pernikahan? Ehmm... Semoga lancar, ya. Jangan lupa undang aku. Eri, partner jalan-jalanku. Sampai bertemu di Pasir Impun.

    Ada satu ikatan yang menyatukan kita. Entah apa. Tidak harus bertemu setiap hari seperti dulu tapi tetap terasa hangat. Bebas berekspresi tanpa merasa sakit hati. Indah, ya. Semoga ikatan ini semakin kuat dan tetap terjalin dengan baik. 

    See you, Sisters!

    8.2.14

    Surat Untuk Kakak

    Kakak, aku mau cerita. Cerita tentang kejadian yang kualami bertahun-tahun silam yang tiba-tiba terlintas dalam ingatanku saat kau berteriak sangat keras. Saat itu, aku begitu hopeless sehingga meledaklah emosiku. Aku menangis sejadi-jadinya sambil menghentakkan kaki di tempat tidur. Mendengar itu, kakak sulungku datang. Dia berkata dengan lembut dan tenang. Bertanya lebih tepatnya. Tapi, tak kukatakan sepatah kata pun. Lalu, kakakku mengambilkan aku segelas susu hangat. Ya, dia tahu bahwa minuman kesukaanku adalah susu. Sampai sekarang pun, aku tidak pernah mengatakan padanya bahwa penyebab tangisku adalah karena aku sangat putus asa. Bagaimana tidak? Besok, aku akan pergi berkemah. Setiap kelompok harus membawa dua tenda. Kelompokku baru mendapat satu tenda. Kecil pula. Di mana kami akan tidur? Itulah kenapa saat itu, aku hanya menangis dan terus menangis. 

    Esok harinya, aku berangkat dengan perasaan cemas. Kami menuju lokasi perkemahan hanya dengan satu tenda. Akhirnya aku pasrah. Aku dan teman-teman memandang tenda kecil yang kami dirikan. Hanya satu. Kami tidak tahu di mana kami akan tidur. Tahukah Kakak apa yang terjadi kemudian? Saat kami sedang menatap tenda kecil dengan rasa sangat-sangat-sangat putus asa, seorang teman dari kelompok lain datang dan berkata, "Ini ada tenda lebih." Tahukah Kakak, apa yang kurasakan? Bersyukur. Aku sangat bersyukur. Pertolongan datang ketika aku sudah merasa sangat putus asa dan pasrah. Tuhan Maha Baik. Dia mengulurkan tangan-Nya melalui orang lain.

    Bertahun-tahun berlalu sejak itu. Suatu hari, aku membaca sebuah buku. 'Being Happy' judul bukunya. Setelah membaca buku itu, akhirnya, aku mengerti mengapa Tuhan menolongku saat berkemah dulu. Jam ke-11. Itulah yang terjadi denganku. Jam ke-11, yaitu suatu keadaan di mana kita merasa sangat 'jatuh' dan putus asa. Tapi, jarum jam terus berdetak. Waktu terus berjalan. Begitulah suratannya. Sesuai hukum alam, angka 11 akan bergeser ke angka 12. Ketika teman itu datang membawa tenda, itulah jam ke-12 aku, jam ke-12 kelompokku. Beberapa kali aku mengalami jam ke-11, dan Tuhan memberikan jam ke-12 padaku. Aku baru mengerti hal itu setelah membaca buku tersebut.

    Kak, aku hanya ingin berbagi melalui cerita ini. Tidak ada maksud untuk menasehatimu. Mungkin saat ini Kakak sedang berada di jam ke-11. Jangan takut. Sebentar lagi, jarum jam ke-11 akan berpindah ke jam 12. Pasrah, berserah diri, dan berdoa. Setelah itu, biarkan Tuhan yang akan menyelesaikannya untukmu. Kakak yang mengajarkan aku mengenai mimpi dan harapan. Semoga mimpi dan harapanmu tak akan pernah pupus, Kak, seperti yang pernah kau ajarkan padaku. Selamat berjuang, Kak. Tuhan akan memilih waktu yang tepat untuk mengutus jam ke-12 padamu melalui tangan orang lain. 

    Dari aku yang sedang menunggu Tuhan membawaku pada jam ke-12.

    7.2.14

    Selamat Ulang Tahun, Indah.

    Hai, Indah!

    Kolaborasi menulis cerita adalah awal kita kenal. 
    Walaupun kita belum pernah bertemu.
    Walaupun kita jarang bertegur sapa.
    Tapi aku senang telah mengenalmu.

    Hari ini ulang tahunmu. Beberapa hari sebelum ulang tahunku. Kita lahir pada bulan yang sama. Kita berada di bawah naungan zodiak yang berbeda. Hmm... tidak penting juga, sih. :-) 

    Indah, aku ingin mengucapkan, "Selamat Ulang Tahun." Wish you all the best terlalu standar untuk diucapkan. Terlalu biasa. Semoga kamu bahagia dengan hidupmu. Itu sajalah harapanku. 

    Sampai ketemu suatu saat nanti.

    Iin

    6.2.14

    Peri Gigi, Setahun Kemudian

    Hai, Peri Gigi.
    Kamu masih ingat? Aku kirim surat buatmu setahun yang lalu. Ah, bukan masalah kalau ternyata kamu lupa. Aku hanya sekedar bertanya.

    Peri, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana keadaanmu di sana, di suatu daerah terpencil. Di sana kamu baik-baik saja. Keceriaan menghias wajahmu. Badanmu sudah meningkat beratnya. :-) Kamu tetap konsisten dengan apa yang sudah kau pilih, mengabdi sebagai dokter gigi. Toh segala keterbatasan yang ada tetap membuatmu bisa bertahan. Mati lampu yang kerap terjadi (bahkan sehari bisa tiga kali), air yang kadang nyala kadang sebaliknya, jalanan tanah merah yang menjadi lumpur kalau hujan tiba, semua bisa dilalui. Kau benar-benar wanita tangguh.

    Peri, tampaknya, kau sudah bisa menikmati hidupmu di sana. Jangan khawatir. Kulihat para tetanggamu adalah orang-orang baik. Mereka bersedia menolongmu. Mereka menghormatimu. Walaupun aku senang jika kita berdekatan, tapi itu hidupmu. Kau yang berhak menentukan. Bukan aku. Aku hanya berharap kamu baik-baik saja di mana pun kamu berada. Jaga kesehatan supaya kita bisa bertemu lagi suatu saat. Mudah-mudahan, aku bisa mengunjungimu lagi. Jika aku ke sana lagi, tolong katakan pada kelabang untuk hibernasi. Jangan keluar kalau ada aku. Bilang pada genset agar tidak rewel. Sebarkan berita pada walang sangit agar berkunjung ke rumah lain. Kirim pesan pada semut agar menjauhimu. Biarkan speedy-mu tetap ada. Aku membutuhkannya untuk menyebar berita pada dunia. Aku membutuhkannya untuk bertegur sapa dengan dorama.x264 atau gooddrama. Aku membutuhkannya untuk mengumumkan, bahwa negerimu juga dekat dengan dunia maya.

    Sampai ketemu lagi, temanku. 

    5.2.14

    Tukang Pos Penyanyi

    Hai, Kak Ika. 

    Salam kenal. 

    Tahun lalu, aku lihat Kak Ika di gathering Pos Cinta. Suaramu bagus! Lha, aku? Membedakan nada aja tidak bisa, apalagi menyanyi. Salut deh, sama orang-orang bersuara bagus. Keren. Sayangnya, saat itu, aku terlalu malu untuk berjalan ke depan ketika orang yang ultah Februari diminta maju. Padahal, kalau aku maju, aku dapat CD Vuje. Qiqiqi.. Maklumlah, aku ini pemalu (walaupun banyak orang tidak setuju). Ah, sudahlah. 

    Kak Ika, aku suka setiap reply surat Kak Ika selalu kasih komentar. Di blog juga. Jadi tambah semangat nulis suratnya. Kalau nggak nulis, serasa ada yang kurang. Betul! Menulis untuk #30HariMenulisSuratCinta itu memaksa aku supaya tetap menulis. Juga memberikan harapan, lho, dan memiliki harapan itu menyenangkan. 

    Kak, nama panggilanmu sama seperti nama sahabatku. Kalian berdua sama-sama baik. Senang berkenalan dengan Kakak. Mudah-mudahan, suatu saat kita bisa ketemu, ya. Oh ya, mungkin akan ada hari-hari aku absen nulis surat. Pasti aku akan merindukan menulis surat saat aku absen. :-)
    Sukses untuk band-nya. 
    Sukses jadi tukang posnya.
    Sukses untuk hidupmu, Kak.

    4.2.14

    Dear Bety

    Dear Bety.

    Aku nggak tahu siapa aja yang termasuk selebtwit. Yang jelas, bagiku kau adalah salah satunya, hehehe... 

    Bety, kita satu kota tapi jarang ketemu. Jadwal free time kita nggak pernah cocok. Semoga 'kerjaannya' cepat kelar. Feel free to ask me if you need a hand. Selama aku masih di sana, Insya Allah bakal dibantu. Maaf-maaf kalau whatsApp-nya lama dibalas, hehehe.... Biasa, tugasku kan kayak pedagang keliling. Muter-muter. Kapan-kapan kita jalan bareng lagi. Dikau masih berutang traktir nonton. :-) Kalau ada film bagus, kita datangi Braga, BIP, atau Ciwalk. Dan jangan lagi salah masuk ke toko roti yang bersebelahan dan punya nama yang mirip. Ok? :-D Oh ya, ada satu lembar kuesioner lagi yang baru dikumpulin. Mau diambil? 

    Bye. Sampai ketemu lagi.
    Iin

    3.2.14

    Kita Belum Pernah Bertemu

    Hai, Penyuka Eru! 

    Bagaimana kabarmu di sana? Aku selalu berharap kau dalam keadaan yang sehat dan bahagia. Kalau kau tanya kapan kita pertama kali kenalan, entahlah. Aku lupa. Tapi kalau kau tanya bagaimana kita kenalan, mungkin aku bisa menjawabnya. Sebenarnya aku tidak terlalu yakin juga (maafkan :-)). 

    Satu kegiatan menulis bersama awalnya. Kita jadi tahu satu sama lain. Ternyata kita punya kesukaan yang sama. Itu yang membuat bonding di antara kita menguat. Kau suka Eru, aku punya videonya. Terang-terangan kau memintanya, dan tentu saja, dengan senang hati kukirimkan. Sejak itu, kita sering bertegur sapa. Seperti tak mau kalah dengan matahari, kau selalu menyapaku setiap pagi. Berceloteh tentang apa saja, curhat, sampai omelan panjang lebar tak segan kita lontarkan. Satu sama lain.

    Maafkan aku. Desember lalu, aku terlalu hectic dengan kerjaanku. Sapaanmu setiap pagi kadang tak sempat kubalas. Aku balas pesanmu di sore atau malam hari. Mungkin kau kesal. Sedikit demi sedikit kita mulai jarang bertegur sapa. Tapi ketahuilah. Aku tetap siapkan telinga untuk mendengarmu. Kubuka mata untuk baca pesanmu. Kuberharap sakit kepala enyah dari hidupmu. Kuberdoa agar Sabtu menjadi hari yang menyenangkan buatmu. Aku meminta galau pergi dari hadapanmu. Kurangkai doa supaya kau dikelilingi teman-teman yang tulus, bukan karena punya pamrih.

    Aku tidak bermaksud menggurui. Tapi sungguh aku ingin mengatakannya. Menangislah kalau kau merasa dadamu sesak. Marahlah kalau kau memang kesal. Jangan kau pendam untukmu sendiri. Kamu orang baik. Sungguh! Kamu berhak mendapatkan yang terbaik. Sekali lagi maafkan jika ada perkataanku yang menyinggungmu. Percayalah, tidak ada maksud berbuat seperti itu. Semoga mimpi-mimpi indah selalu menyambangimu. 

    By the way, ingatkah kau? Kita belum pernah bertemu. Ketahuilah, kedekatan kita tidak ditentukan oleh seberapa sering kita bertemu. Mudah-mudahan suatu saat nanti kita bisa bertatap muka. 

    Sampai jumpa, Teman.
    Aku, penyuka JIS.

    2.2.14

    Mental Creation

    Halo kamu, kamu, dan kamu!

    Apakah kalian tahu kenapa kalian terpilih? Kugantung kalian di tas ranselku. Tas yang selalu kubawa ke mana-mana. Seandainya kalian bisa bicara, mungkin kalian sudah bertanya. Sayangnya, kalian adalah benda mati. Diam tak bicara. Setidaknya, kalian bukan seperti orang-orang nyinyir yang selalu ingin tahu dengan komentar yang kadang sinis dan menyakitkan. Beruntunglah karenanya.

    Baiklah, aku akan bercerita. Begini. Kalian kupilih karena kalian adalah simbol mimpiku. Mimpi sekaligus harapanku. Ya, aku adalah seorang pemimpi. Kadang, aku heran pada orang yang tak punya mimpi sedangkan aku memiliki beribu mimpi. Ah, sudahlah. Setiap orang pasti punya alasan sendiri, kan. Aku sedang melakukan mental creation. Katanya, segala sesuatu diciptakan dua kali. Satu, penciptaan secara mental yang disebut mental creation, satu lagi penciptaan secara fisik. Nah, kugantung kalian di tasku sebagai bentuk mental creation. Kuciptakan mimpiku untuk menjadi kenyataan. Gantungan naga dari Jepang, buk (drum Korea) tentu saja dari Korea, gantungan kunci berbentuk 'kunci' dengan tulisan Goteborg (salah satu kota di Swedia), dan gantungan berbentuk bola yang kuanggap sebagai 'dunia'. Aku seorang petualang. Petualang ini ingin melihat dunia. Sebagian dunia yang diwakili kalian. "Suatu hari aku akan ke sana", kalimat mental creation yang sering kuucapkan. Kupilih kalian adalah mental creation. Kugantung kalian untuk mengingat: mental creation butuh diwujudkan. 

    Aku adalah sang pemimpi. Pemimpi yang perlu menjejak bumi. Pemimpi yang perlu mengantar mental creation menjadi nyata.


    mental creation

    1.2.14

    Jangan Lelah Memberiku Semangat

    Hai murid-muridku di kelas Program Tantangan SD4. 

    Selamat pagi! 

    Pasti kalian sekarang sedang berkumpul dengan keluarga. Sama. Aku juga. Tapi, aku sempatkan waktu sejenak menulis untuk dan tentang kalian. 

    Aku ingin mengucapkan rasa terima kasih. Aku tidak pernah bilang bahwa kalian adalah obor. Ya, obor yang menyulut semangatku untuk mengajar. Di depan kelas, aku hanya mengatakan "senang" karena kalian begitu rajin mengumpulkan jurnal dan portofolio. Di depan kelas, aku hanya mengatakan "senang" karena kalian begitu semangat untuk presentasi. Di depan kelas, aku hanya mengatakan "bangga" karena tanggung jawab dan kemandirian kalian.

    Ya, aku bangga dengan kalian semua. Aku tidak pernah bilang bahwa semangat kalian sudah menulariku. Kalian tidak pernah tahu, berada di antara dua kepala (dan aku di tengah-tengah) dengan ide yang sama-sama ingin diwujudkan kadang membuatku pusing, bahkan terpuruk. Sungguh! Kalian tidak pernah tahu, dan aku tidak pernah memberitahu kalian. Keluhan dari kanan, kiri, depan, belakang, sempat membuat aku ingin mundur. Tapi adanya kalian membuat aku semangat lagi. Hanya dengan perkataan sederhana yang sering aku dengar, "Bu, aku bawa jurnal." atau "Bu, aku mau presentasi."

    Kalian tidak pernah tahu, kalianlah yang membuatku bertahan. Kalian yang membuatku tersenyum dengan celoteh kalian. Kalian yang membuatku punya bahan cerita untuk disebar. Kalian tidak pernah tahu bahwa aku bangga dengan presentasi kalian. Bahkan aku tak mengira, kalian bisa menjelaskan sebaik itu. Mungkin, suatu saat, aku akan bercerita pada kalian. Dan, aku baru sadar, selama satu setengah tahun bersama kalian, aku tidak pernah berfoto bersama kalian.

    Selamat berlibur, Diya, Salsa, Alika, Nadhia, Ica, Iza, Nabil, dan Tristan.
    Tetap tulari aku dengan semangat kalian. Jangan merasa lelah memberiku semangat.
    Sampai ketemu hari Rabu depan.