31.5.16

Passion

Beberapa tahun belakangan, saya sering bertanya pada diri sendiri, juga orang lain tentang passion. Apakah saya masih punya passion di dunia 'keguruan'? Dulu, saya memutuskan bahwa passion saya adalah menjadi guru. Impian saya adalah menjadi guru yang selalu diingat oleh murid saya hingga dewasa. Atau, paling nggak, ada sekelumit cerita tentang saya yang menginspirasi mereka. Saya tidak tahu apakah impian saya sudah terwujud atau belum. Mudah-mudahan suatu saat nanti. 

Bicara passion berarti bicara menerima, cinta, pengorbanan terhadap apa yang kita pilih. Itulah kenapa, saya merasa sebal dengan orang-orang yang memilih menjadi 'sesuatu' tapi tidak mau meneima segala resikonya. Contoh: memilih jadi guru TK berarti harus siap dong dengan keadaan terburuk misalnya murid (maaf) pup di celana. Kalau misuh-misuh karena jijik, untuk apa jadi guru TK. Keadaan itu pasti ada dalam suatu masa. Namanya juga anak-anak dengan toilet training yang belum semuanya jago. Kalau sudah begitu, apakah ada passion di sana? Entahlah. Saya nggak bisa jawab.

Lalu apa hubungannya dengan apa yang saya tuliskan? Saya mulai merasa kehilangan passion saya. Tapi apa yang terjadi hari ini kembali membentuk tanda tanya dalam diri. Dan, saya belum bisa menjawabnya. 

Hari ini saya menghadapi setumpuk file lembar assessment untuk dibaca. Ketika jenuh melanda, keluarlah saya. Ada dua murid kelas 1. Ternyata mereka sedang menunggu les. Hari ini anak-anak libur, jadi tidak banyak yang ada di sekolah. Sebelumnya ada latihan kabaret untuk assembly ektrakurikuler, tapi semua sudah dijemput. Tinggallah dua anak berkaos pink ini. Salah satu anak adalah anak yang tidak banyak bicara (saya baca di salah satu lembar assessment). Saat itu, kami bicara tentang banyak hal. Temasuk si pendiam itu. Mulai dari cerita kegiatan les yang akan mereka ikuti, area tempat mereka akan pergi, laut, bermain pasir, rumah pohon, gurita, dan banyak hal. Setengah jam lebih saya hanya duduk sambil mengobrol dengan mereka. Melupakan sejenak lembar assessment yang menunggu dikomentari saya. Dan anak yang pendiam itu banyak bicara! Lalu, apa yang saya rasakan? Saya suka berbincang dengan mereka. Mulai dari pembicaraan serupa konsep waktu (seperti berapa menit lagi lesnya dimulai? Kalau jam 1 jarum panjangnya di angka berapa? Dan sejenisnya, sampai cerita ngalor-ngidul lainnya). Ya, saya suka.

Kali kedua saya keluar lagi karena sudah menghabiskan bebeaoa tumpuk file dan memberikan komentar. Sekalian ke kamar mandi dan salat juga. Ketemulah saya dengan dua anak (lagi). Kelas 6. Mereka baru selesai acara semacam perpisahan karena akan masuk SMP. Salah satu anak senang sekali dengan hal-hal yang berkaitan dengan horor. Saya mendengarkan ceritanya tentang film 'Booth'. Dia bercerita tentang film itu dari awal hingga akhir. Dan yang saya rasakan? Saya suka berbincang dengan mereka!

Betul! Dua kejadian berbincang dengan anak-anak membuat saya senang. Apakah ini passion? Begitulah. Setiap kali saya selesai berbincang dengan anak atau mengajar, ada rasa senang di sana. Itukah passion saya? Masih adakah passion saya? Masih kuatkah passion saya? Pertanyaan-pertanyaan yang berlompatan di pikiran saya, dan saya belum dapat menjawabnya!


#selamat hari malam 

22.5.16

Hiduplah Saat Ini

Texgram by Insung

Saya membaca quote itu di sebuah studio foto. Tergantung di salah satu dinding bersama quotes lainnya. Tidak ada nama pengarang quote tersebut. Isinya yang menarik saya. Saya adalah orang yang selalu mengingat kenangan. Berharap keadaan menyenangkan akan terus berlangsung. Kalau bisa, mengulang saat-saat menyenangkan. Sampai suatu ketika, salah seorang sahabat saya 'menampar' (konotasi) saya. Cukup keras, sehingga menyadarkan saya untuk kembali ke dunia nyata. Menyadarkan saya bahwa saya hidup dalam kubangan kenangan. Menyadarkan bahwa semua keinginan tak selalu dapat terwujud. Menyadarkan saya bahwa hidup berubah. Menyadarkan bahwa saya tidak bisa menyamakan sudut pandang saya dengan orang lain. Menyadarkan bahwa hidup tidak pernah datar. Life is never flat. 

Oleh karenanya, saya bertekad untuk menjalani hidup yang saya saat ini. Satu waktu yang merupakan titik balik kehidupan saya. Saya ucapkan 'Selamat menempuh hidup baru' pada diri saya sendiri. Orang lain mengartikannya sebagai status palsu atau mengundang tanya apakah saya menikah. Saya memang menjalani hidup baru, bertekad untuk hidup pada saat ini. Annyeong!

Do and Don't Drama Korea

Kalau anda bertanya kenapa saya mengangkat drama Korea dalam tulisan kali ini, pilihan jawabannya ada 2.
1. Karena saya suka drama Korea, atau...
2. Karena saya benci drama Korea. 

....dan.... saya temasuk kategori yang pertama. 

Saya suka drama Korea. Satu dari banyak hal tentang Korea yang saya suka adalah dramanya. Musik beberapa genre atau penyanyi saya suka. K-Will lagu-lagunya cukup nge-pop. Aman buat telinga saya. Kebanyakan sih suka lagunya gara-gara saya mendengarnya di satu drama. Banyak lagu soundtrack yang sangat keren sehingga saya wajib menyetelnya sebagai moodbooster. K-pop? Hmmmm.... beberapa suka karena jenisnya, bukan grupnya. Gara-gara serangan Beast dari seorang teman yang termasuk Beauty, saya terperangkap dengan pesona lagu (lagunya lho, yaa...) Beast atau Yong Junhyung seperti Caffein, Bi Ga O Neun Na Ren, dan beberapa lagu lainnya. Wulan menggempur saya dengan berbagai lagu yang diaransir oleh Yong Beast. Jadilah saya memasang beberapa lagu di playlist saya. Kau berhasil, Lan. 

Balik lagi ke drama Korea. Teman saya yang lain mengatakan kalau Korean Wave yang menimpa dunia saat ini adalah 'penjajahan' dalam bentuk lain. Iya juga sih. Sekarang, topik Korea ramai di mana-mana. Buku, jadi jarang disentuh (tapi saya berusaha menyeimbangkan lagi, kok. #defencemechanism). Ok, saya bisa ambil yang baiknya dan tinggalkan yang buruknya. Saya sebutnya 'Do and Don't Drama Korea'. Mari!

Do:
1. Ini adalah alasan utama yang membuat saya suka drama Korea: sopan santun. Lihat kan? Betapa orang tua, atau orang yang lebih tua begitu dihormati dari sikap dan bahasa. Sikap hormat. Bahasa sopan. Hal tersebut sangat ditekankan. Seseorang yang lebih tua bisa marah kalau lawan bicara yang lebih muda bicara dengan banmal. Jadi pengen belajar bahasa Korea.

2. Soundtrack yang keren membuat saya harus mencari-cari lagunya di internet dan memasukkannya sebagai lagu wajib dengar. Contohnya soundtrack drama I Hear Your Voice yang sampai sekarang masih menghuni hati. Sederet lagu lainnya masih belum dihapus dari playlist laptop atau gadget saya. Drama Korea tidak tanggung-tanggung dalam membuat soundtrack. Tidak cuma satu yang kemudian diulang terus-menerus tapi bisa sealbum bahkan lebih lagu yang diciptakan untuk dijadikan soundtrack. Biasanya disesuaikan. Maksudnya, kalau pemeran utama pria lagunya yang ini, kalau pemeran utama wanita yang itu. 

3. Budaya. Kebanggaan atas budaya begitu telihat jelas. Dalam setiap drama, pasti ada bagian di mana makanan Korea disebut-sebut. Misalnya kimchi, ttokpokki, ah... saya lupa nama-namanya. Pasti ada adegan di mana pemeran dalam film itu makan makanan Korea. 

4. Lokasi. Saya pikir, sutradara dalam drama Korea ini benar-benar mempertimbangkan lokasi syuting dramanya. Sudut yang diambil juga keren. Pemandangan alam yang bagus. Akhirnya, jadilah sebuah film yang pemandangan di dalam filmnya asik untuk dilihat.






5. Fashion. Lihat model baju-bajunya? Bagus-bagus. Cocok-cocok aja sih dipakai sama pemeran-pemerannya. Mau pake warna tabrak-tabrak juga bagus aja dilihatnya. Apalagi coat-nya. Suka. Tapi, yang bagus dipakai mereka, belum tentu bagus kalau dipaka sama saya atau orang Indonesia lainnya. Betul?

Sekarang kita bergeser ke Don't.
1. Mabuk. Dalam kebanyakan film yang saya yonton, hampir semuanya ada adegan mabuknya. Entah itu di warung tenda, bar, hotel, rumah dan sebagainya. Sesuka-sukanya kita sama Korea, jangan sampai deh ikut-ikutan minum kayak di dramanya.

2. Bully. Ini yang saya nggak suka. Nggak usah ikut-ikutan deh. Jelek. Bukan budaya kita juga. Nge-fans bukan berarti mencontoh semuanya. Malah jadi jelek. Sekarang, anak usia sekolah dasar pun pada nonton Korea. Perlu didampingi tuh sama ortu. Jadinya nggak keren kalau perilaku bully dari film dipakai di kehidupan sehari-hari kita.  Buat adik-adik SMP, SMU, anak kuliahan juga. Langsung ga respek deh kalau kalian jadi pembully walaupun cantiknya kayak bidadari atau gantengnya kayak bidadara.

3. Memukul kepala. Di sana mungkin biasa. Orangtua memukul kepala anaknya, memukul kepala teman. Tapi, di sini Indonesia. Jangan coba-coba deh. Bukan budaya kita. Di sini, memukul kepala itu tidak sopan. 

4. Baju minim. Perempuan Korea rata-rata berbadan langsung. Kurus. Semampai. Kaki jenjang. Rasanya, enak-enak aja memandang mereka dengan rok mini. Terus perempuan Indonesia menirunya. Ada yang cocok, ada yang nggak enak dipandang. Selulitnya kelihatan, lemaknya kelihatan, peniti buat roknya kelihatan. Ah... nggak selamanya yang disukai perlu ditiru.

5. Operasi plastik. Korea sangat terkenal dengan operasi plastiknya. Terjangkau (mungkin), mudah ditemui di mana-mana. Tapi saya percaya, Tuhan sudah merancang manusia sedemikian rupa sehingga menciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna. Kita tidak pernah tahu mengapa Allah menciptakan hidungnya nggak mancung, muka lebar, mulut tebal. Tapi saya yakin, kalau saya mengubahnya dengan operasi plastik, belum tentulah cocok dengan bentuk saya. Wong Allah sudah merancangnya sedemikian rupa, kok. Bersyukurlah dengan apa yang kita punya. 

Sudah. 
Semoga bermanfaat.
Have a nice weekend. 

10.5.16

Waktu

Waktu nggak pernah berhenti.
Waktu nggak pernah terulang.
De ja vu bukan mengulang waktu. 
Hanya serupa suatu waktu.
Banyak yang terjadi dalam suatu kurun waktu.
Senang, sedih, bahagia, marah, kecewa, gembira.
Kadang bercampur baur.
Kadang silih berganti.
Kadang berharap ada mesin waktu.
Untuk mengulang saat-saat menyenangkan.
Mengulang sang waktu yang sudah berlalu. 

7.5.16

Curcol (3)

Lanjutan dari curcol (2)

Hari ini, akhirnya saya menamatkan buku kedua yang saya beli di Palasari. Pengarangnya orang Indonesia. Lokasi cerita di Korea dan Jepang. Bahasa Koreanya nyaris tidak ada. Hanya ada panggilan saja seperti ssi yang artinya Ms, Mr, Miss. Wajarlah. Jadi saya nggak ngomel-ngomel tentang tata bahasa Korea. Ada sedikit bahasa Jepang. Tapi, menurut saya, penggunaannya masih oke karena setahu saya bahasa Jepang tidak menganut undak usuk basa seperti bahasa Korea. Saya justru lebih menghargai pada pengarang yang seperti ini. Tidak berusaha menyelipkan bahasa asing (tapi salah). Jadi, saya masih bisa menikmati baca novel yang merupakan sekuel kedua. 

Yang sedikit mengganjal adalah beberapa kata yang salah penulisan. Mungkin luput saat diedit. 😊😊😊

5 Mei 2016

 


5 Mei 2016. Tanggal tersebut bertepatan dengan 27 Rajab.
Artinya, pada satu hari, di Indonesia diperingati sebagai hari besar 2 agama yaitu Islam dan Kristen.

Umat Kristen memperingati 5 Mei sebagai hari Kenaikan Isa Al'masih. Mereka meyakini bahwa hari kenaikan Isa Al'masih atau Yesus Kristus adalah peringatan naiknya Yesus ke surga. Setelah memberikan pesan terakhir kepada pengikut-pengikutnya di bukit Olivet dekat kota Yerusalem, mereka menyaksikan Yesus terangkat naik ke langit hingga akhirnya tidak terlihat karena tertutup awan. Peristiwa ini selalu dirayakan pada hari ke-40 atau hari kamis ke-6 setelah minggu Paskah. (Sumber: www.liburnasional.com)

Umat Islam memperingati 27 Rajab dalam kalender Hijriah sebagai Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Isra Mir'aj adalah peringatan dua peristiwa berbeda yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dalam kejadian Isra, diceritakan tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem. Dari Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yaitu tempat tertinggi. Kejadian ini dikenal sebagai Mi'raj. Di sinilah Nabi Muhammad mendapat perintah untuk melakukan salat 5 waktu.

Bagi saya, tanggal ini adalah tanggal istimewa. Dua-duanya diperingati sebagai hari kenaikan oleh dua keyakinan yang berbeda. Dua-duanya diperingati pada hari yang sama. Berbeda keyakinan bukan berarti saling membenci. Berbeda keyakinan bukan berarti saling berdebat tentang keyakinan yang benar. Masing-masing meyakini kebenaran sesuai dengan keyakinan masing-masing. Lakum diinukum waliyadiin.Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Mari kita hidup bersama dalam perbedaan kita. 

6.5.16

Curcol (2)

Kalian tahu Palasari? Kalau orang Bandung atau pernah ke Bandung pasti tahu atau minimal pernah dengar. Itu adalah surga dunianya pecinta buku. Mulai dari buku asli, bajakan, Indonesia, bahkan luar negeri (mungkin ada). Pastinya ada diskon sekitar 15-30% (kurang lebih, maaf kalau salah, :-) ). Jadi, walaupun saya berniat nggak akan beli buku, kalau sudah di Palasari, niat itu menguap. Akhirnya, terpilihlah dua buah buku untuk saya bayar. Dua-duanya bercerita tentang Korea. Pengarangnya orang Indonesia. Saya tipe pemilih untuk jenis-jenis buku seperti itu. Kenapa? Bukan karena saya tidak suka pengarang Indonesia. Ooohhhh...Bukan! Tapi karena saya sering menemukan hal-hal yang tidak memuaskan saya ketika bacanya. Biasanya ketidakpuasan ini terkait pengunaan bahasa Korea yang sering dipakai dalam cerita. Hal itu saya temukan pada salah satu buku yang saya beli. Contohnya dalam tata bahasa Korea. 

Saya, bukan ahli bahasa Korea. Saya tidak bisa bahasa Korea. Saya tahu kosakata yang umum-umum saja. Saya tidak paham struktur bahasa Korea secara lengkap. Tapi saya mengerti sedikit saja. Saya sebal dengan pengarang Indonesia yang menyelipkan bahasa Korea dalam bukunya tapi tidak memperhatikan penggunaan bahasa formal dan informal atau kesopanan. Kalau kata bahasa Sunda mah undak usuk basa. Menurut saya, bahasa Korea adalah bahasa yang memakai prinsip undak usuk basa. Ada tataran aturan berbahasa untuk orang yang lebih tua atau lebih muda. Misalnya, kalau untuk yang lebih tua, ada akhiran 'yo' sebagai bahasa yang sopan. Orang yang lebih tua, jika lawan bicaranya yang lebih muda tidak akan menggunakan bahasa sopan, pasti marah. Saya melihatnya di film dan di novel Korea. Beberapa kali saya baca novel Indonesia yang menyisipkan bahasa Korea, hal itu tidak terjadi. Satu lagi, dalam bahasa Korea, ada partikel yang digunakan sebagai keterangan tempat, tapi saya tidak menemukannya dalam novel tersebut. 

Ini hanyalah pendapat saya. Ketika saya menulis cerita yang menyisipkan bahasa asing, saya harus belajar tata bahasa asing tersebut. Apalagi kalau diterbitkan. Atau paling tidak, saya akan meminta bantuan seseorang yang mengerti bahasa tersebut untuk bantu mengedit. Saya tidak mau novel karangan saya memiliki kesalahan seperti itu. Melakukan penelitian terhadap topik yang akan saya tuliskan adalah wajib. Supaya saya tidak membuat kesalahan. ****

Curcol (1)

Libur panjang. Tanggal 5-8 Mei 2016. 5 Mei diperingati sebagai Kenaikan Isa Almasih. 6 Mei sebagai Peingatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad S.A.W. Tahukah kalian, rangkaian libur panjang ini juga diperingati sebagai hari macet nasional. :-)

Sebagai seorang yang suka sekali bepergian, rasanya mustahil saya diam di rumah di hari libur panjang ini. Biasanya, saya punya sederet rencana, maupun keinginan spontan. Tapi kali ini tidak.

"Tumben."

Itu komentar kakak saya. Beliau tahu sekali kalau saya nggak akan berada di rumah dalam waktu lama kalau lagi liburan. Pasti ke sana ke mari.

Tidak. Kali ini tidak. Saya memutuskan untuk tidak ke luar kota. Segunung (lebay) kerjaan menanti. Saya dikejar dateline. Rencananya mau kerja di rumah di saat liburan ini. Beberapa waktu lalu, saya berkumpul dengan teman-teman lama. Sahabat-sahabat saya yang sudah lama tak jumpa. Kami membahas tentang libur panjang ini.

"Bagaimana caranya saya bisa liburan sekaligus kerja?"

Saya lontarkan pertanyaan itu pada sahabat-sahabat saya.

"Nginep aja di hotel, " jawab salah satu dari mereka.

Hmmmm.... ide yang bagus. Tapi bikin saya bangkrut. Ide itu saya coret!

Mulailah saya kerja di rumah. Buka laptop. Buka file-file. Ketik-ketik.
.
.
.
.
.

Setelah mengerjakan dua paket soal, kepala saya pusing. Saya tinggalkan laptop. Ambil kopi dan seduh. Saya ngopi. Kemudian mandi. Dan di sinilah saya. Mengetik di tab. Bukan melanjutkan kerja, tapi nge-blog. Mungkin ini balasan alam untuk saya. Sebagai seseorang yang ditakdirkan suka berpetualang, suka bepergian, tapi saya menolak takdir alam dengan hanya berada di rumah. ****

#sungguh, ini hanya alasan saja untuk mengurangi rasa bersalah.

3.5.16

Perpustakaan



Lihat dua foto di atas? Ya, perpustakaan. Pertama lihat di salah satu drama Korea berjudul 'Madam Antoine' (foto bawah). Wow keren, begitu saya berkata dalam hati. Langsung berimajinasi. Membayangkan bikin perpustakaan di rumah. Hmmmm..... Aamiin.

Kemudian, saya nonton lagi drama Korea berjudul 'She Was Pretty' (foto atas). Upss... ada lagi perpustakaan ini. Penasaran apakah sama dengan yang di 'Madam Antoine'? Akhirnya saya cari kesamaannya (kebiasaan nyari 10 persamaan, Where's Wally, dan hidden picture. Serasa detektif juga.). Aha! Dapat! Dua-dua memperlihatkan bagian depan lift (nggak saya upload di sini gambarnya). Di salah satu dindingnya ada angka 6. Kesimpulannya, itu adalah perpustakaan yang sama.

Pertanyaan selanjutnya, "Di manakah lokasinya?"
Kenapa muncul pertanyaan itu?
Karena, ketika melihatnya, muncul keinginan, "Kalau saya ke Korea, saya mau ke sana." (Aamiin lagi)
(Masukin ke list itinerary).

Adakah yang tahu?