Setiap kali masuk ke ruangan ini,
aku langsung menuju pojok di dekat lemari buku fiksi. Sepertinya pojokan itu
adalah kutub selatan magnet, dan aku kutub utaranya. Temanku sampai heran. Jangankan
temanku, aku sendiri begitu. Semacam ada dorongan entah dari mana. Aku masuk, mencari
buku, menuju pojokan itu, dan membaca. Selalu begitu. Sudah dua tahun berlalu
sejak aku mengenal perpustakaan ini.
Hari ini adalah hari kesekian aku
berlaku sama. Aku mencari buku untuk kubaca (dan akhirnya akan kupinjam), lalu
pergi ke pojokan favoritku. Sial! Ada yang sedang berada di sana. Agak kecewa. Tapi,
tak mungkin aku menyuruhnya pergi. Aku beringsut mendekati pojok. Duduk di
dekat pojokan itu dan berharap. Aku berharap orang itu segera pergi. Lima menit,
sepuluh, lima belas menit aku berkali-kali menengok ke arah itu. Masih ada. Aku
kembali kecewa. Namun, aku tak jua punya keinginan mencari pojok lain untuk
membaca. Dua puluh menit kemudian orang di pojokan itu pergi. Aku tersenyum
(walau bersorak dalam hati). Akhirnya. Aku menuju pojokan itu. Ada buku di
sana. Mungkin milik orang yang tadi duduk di sini. Aku buka bukunya. “Mungkin kau jodohku”. Tulisan pada pembatas
buku yang ada di dalam buku yang kutemukan. Dih...gombal. Aku bukan tipe perempuan
romantis yang berbunga-bunga oleh rayuan kata. Aku letakkan buku itu dan lanjut
membaca.
***
Hari ini aku berencana pergi ke
perpustakaan lagi. Bis yang menuju ke arah perpustakaan belum datang. Halte sepi.
Ada buku di bangku halte. Aku membukanya. Rasanya aku pernah melihat buku itu. Tapi
di mana? Kubuka buku itu. “Mungkin kau jodohku”. Tulisan itu lagi. Pembatas buku
yang sama. Mungkinkah ini buku yang kutemukan di perpustakaan? Aku masih
mengingat-ingat buku yang itu ketika terdengar suara bis mendekat. Kuletakkan buku
itu di bangku halte. Aku berjalan cepat menuju bis yang baru datang.
***
Perpustakaan hari ini sepi. Aku langsung
menuju pojokan favoritku. Aha! Kosong. Kukeluarkan buku dan kubaca. Tinggal sedikit
lagi. Aku akan baca sekarang dan meminjam yang lain. Tiba-tiba, seorang lelaki
duduk di depanku. Aku terus membaca. Tamat! Aku tersenyum. Akhir cerita yang
bagus. Kututup buku yang baru selesai kubaca. Tak sengaja aku menatap ke depan.
Aku terperangah. Bukan pada lelaki di depanku. Tapi pada buku yang ia baca. Buku
yang sama dengan yang tadi kutemukan di halte bus (dan di sini, di pojok
perpustakaan ini). Aku masih terperangah ketika lelaki di depanku mengangkat
mukanya dan menatapku dan tersenyum. Aku semakin terperangah. Lelaki yang
tampan dengan senyum menghanyutkan. “Mungkin kau jodohku”. Aku teringat
kata-kata pada pembatas buku dalam buku yang ia pegang. Refleks kutatap
jari-jarinya. Tak ada cincin di sana!