17.2.13

Sudut Pandang

17.2.13 

Minggu pagi saat mendung menggantung. Aku teringat saat kita berbincang dua hari lalu. Kau bercerita tentang harapanmu dan kenyataan yang terjadi. ''Harusnya.. harusnya.. harusnya.." seringkali terdengar dari mulutmu. Aku terdiam sebelum kemudian berbicara. 

Kita duduk berhadapan. Bertumpu pada meja coklat di ruangan yang dingin. Aku menghadapi netbook dan kau memandangi setumpuk kertas putih bertuliskan pena hitam. Kita bekerja sambil berbincang. Kau bercerita tentang ekspresi muka seseorang. Seseorang yang mengernyit ketika mendengar orang lain bicara. Lalu timbul suatu pikiran: "Tidak cocok, ya, untuk situasi seperti (formal) ini." Aku diam mendengarkan sebelum kemudian berbicara.

Aku terdiam sebelum kemudian berbicara. Berbicara tentang 'sudut pandang'. Berbicara bahwa kata 'harusnya' atau 'seharusnya' merupakan bentuk nyata perwujudan sudut pandang orang yang berbicara. Kalau kau berkata 'harusnya'/'seharusnya' berarti kau menyuarakan sudut pandangmu. Orang lain mungkin punya pemikiran yang berbeda, sudut pandang yang berbeda. Ketika kau bicara tentang 'kernyitan' yang kau lihat pada seseorang, mungkin karena orang tersebut memandang apa yang dia lihat dari sudut pandangnya. Sedangkan orang yang dilihat bertindak sesuai dengan sudut pandangnya. Tidakkah kau biarkan saja orang dengan sudut pandangnya dan kau dengan sudut pandangmu? Jika kau ukur dirimu dengannya, kau mungkin akan menemukan perbedaan. Ya, perbedaan yang akhirnya membuatmu 'lelah', 'capek', 'merasa tidak berhasil' dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Jangan kau paksakan sudut pandangmu dengan sudut pandangnya. Buatlah kolaborasi indah antara dirimu dan dirinya untuk menyatukan sudut pandang kalian bersama.  Mungkin hal itu akan menghasilkan perpaduan yang harmonis antara dirimu dan dia.

2 comments:

  1. kok saya bingung nih dengan kata-katanya ???

    ReplyDelete
  2. Hehehe.. mudah-mudahan di tulisan yang lain nggak bingung, ya. Terima kasih sudah baca.

    ReplyDelete