25.2.13

Tawa Mengikis Duka


Masa sulit bertahun lamanya yang aku alami karena kehilangan yang datang bertubi membuat hati dan segala rasa menjadi kering. Aku tak ingat lagi bagaimana memaknai bahagia. Aku bahkan lupa bagaimana cara tertawa. Entah aku yang mau lupa atau memang aku sengaja tak ingin bahagia. Meratapi nasib yang terjadi pun tak ada arti. Hidup terus berlari bahkan ketika aku tak dapat berdiri. Hidup tak mau menunggu meski aku memohon dengan tertatih.

Ya! Hidup tak mau menunggu. Aku sudah memohon. Aku meratap. Aku berteriak! Bahkan aku sudah mulai kehilangan kekuatanku untuk menegakkan kedua kakiku. Orang bilang, aku sampai pada jam ke-11. Betul! Jam ke-11, suatu masa di mana aku sudah merasa putus asa dengan apa yang terjadi dengan diriku. Sampai suatu ketika, angin berhembus pelan membisikkan setitik harapan. Aku terdiam. Mencoba mencerna, apakah ini benar-benar terjadi? Karena tak akan ada hal yang abadi di dunia ini. Begitu pun rasa pahit akan selalu ada penawarnya. Kesedihan akan berganti kebahagiaan. Duka akan berganti suka. Kuingat-ingat kembali rasa bahagia yang dulu pernah menghinggapi, nyatanya aku masih dapat tersenyum di antara ingatan. Mestinya aku tak boleh begini. Bagaimana dengan Rani yang selalu menjadi penghibur diri? Dia selalu bisa membuatku tersenyum kembali. Membawakan aura bahagia disetiap celoteh riangnya. Harusnya aku memikirkannya, bukan malah menangisi kehilangan ini.

Rani. Dialah setitik harapan yang dihembuskan angin. Aku ingat sekarang. Rani dengan wajah lucunya, binar matanya, harum khas rambutnya, sedikit demi sedikit mulai mengikis rasa kehilangan ini. Aura bahagia tersebar tanpa bermaksud menebarkan. Nuansa riang setiap dia ada, mulai mengganti ratapan menjadi titik-titik senyuman. Aku mulai menjejak bumi. Mengumpulkan titik-titik senyum menjadi sebongkah kecil tawa. Aku mulai mengingat bagaimana bentuk tawa. Aku mulai sadar bagaimana caranya tertawa. Rani yang mengubah diriku tanpa aku sadari.

Ah, Rani putri kecilku yang cantik. Engkaulah malaikat kecil yang dititipkan Tuhan untuk mengobati rasa sakit ini. Engkaulah sesungguhnya sumber bahagia yang menjadikan tawa selalu ada. Tuhan memberiku anugerah dan mukjizat yang tiada tara dalam diri putri kecilku ini. Tawa renyahnya menghangatkan jiwa yang dulu dingin dan beku. Inilah yang sebenar-benarnya aku rindu. Tawa riang dan hangat dari putri kecilku.

Rani, terima kasih karena sudah mengenalkanku lagi pada arti kebahagiaan. Aku bahagia memilikimu. Aku sayang padamu, Rani. Selamanya.

Kolaborasi @Jo_iin & @i_lestari_pm

3 comments:

  1. Ternyata tokoh di sini Rani juga namanya
    Tapi di sini dia masih kecil :D

    ReplyDelete
  2. iya. mungkin yang hari ini kita bikin cerita gedenya, hahaha

    ReplyDelete
  3. jumat nanti ya mbak lanjutin kisah rani setelah ketemu sama pak alex, sesuai tema hari itu tentunya :D

    ReplyDelete