24.8.13

Pengantar Pesan

Sambungan dari #cerita24jam hari-5 'Menulis Takdir'

#cerpen24jam hari ke-6
#bagian 6

****

  "Iliana, besok aku jemput jam 11, ya. Tidak. Kita pergi berdua saja. Sampai ketemu besok."

Kalimat sepihak dari Niko masih terngiang di telingaku. Aku benci kalau Niko sudah bersikap otoriter begitu. Kalau saja aku tidak ingat dengan resolusi yang baru kutulis, rasanya mulutku sudah siap melontarkan segala kekesalan yang kuterima karena Niko. Pergi berdua saja? Setelah aku pergi bersama Niko dan Kevin? Bagaimana dengan istrinya? Kembali aku memikirkan istri Niko. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga di antara mereka. 

Suara pesan masuk.

Besok jam 11 aku jemput. Kita bicara.

Aku balas.

Tidak kalau cuma berdua.

Pesan dari Niko datang lagi.

Aku akan datang. Jangan coba-coba kabur.

Kubiarkan pesan itu tak kubalas. Jam sudah menunjukkan pukul 23.11. Aku tekan tombol power ponselku. Niko gila!. Aku mau tidur. Ngantuk!

                                                            ***

     "Iliana, benar sepatunya boleh dibuang?" Ibu menanyaiku sekali lagi.
     "Absolutely yes, Ibu."
     "Oke, jangan menyesal nanti. Jangan salahkan Ibu, ya.
      "Tidak akan, Bu."

Aku masih meyakinkan Ibu ketika ada suara anak kecil mengucapkan salam. Setelah kujawab, aku menuju ke pintu depan.

     "Kevin!" Aku berseru karena terkejut melihat anak yang memberi salam ternyata Kevin.
"Ada apa, Kev?"
     "Ada pesan dari Papa. Katanya jam 11.00 Papa mau jemput. Mau ke mana, Tante? Aku kok nggak boleh ikut sama Papa?"

Aku diam, berpikir mau menjawab apa. 
     
     "Ehmm... ada yang harus Tante bicarakan dengan Papa. Mamamu ikut, kan?"

Kevin diam. Ia kemudian mengangkat bahunya.

     "Tante, Tante punya mama?" 
     "Ada di dalam."
     "Aku mau kenalan. Boleh?"
     "Boleh. Yuk, ke dalam!"

Kevin mengikutiku ke dalam rumah. Sambil berjalan, sekilas aku melirik jam dinding. 8.32. Masih beberapa jam lagi menuju pukul 11.00.

Aku mengenalkan Kevin pada Ibu. Ibu senang dengan adanya Kevin. Tentu saja karena Ibu bisa bercerita tentang masa kecilnya yang sudah ratusan kali kudengar. Dulu, Ibu, bla..bla..bla... Cerita yang sama, yang sekarang kuhindari karena sudah hapal di luar kepala. Kevin menanggapi cerita Ibu dengan antusias.

     "Lalu, Oma pergi ke dalam hutan? Ketemu harimau nggak, Oma?"
     "Untungnya tidak. Oma bertemu gajah."

Oh.. Rupanya Ibu sedang menceritakan pengalamannya tersesat di hutan saat berkemah. Cerita ini pun sudah sering kudengar. Aku biarkan mereka berdua berinteraksi. Aku mau mandi saja. Apakah Niko mengetahui Kevin ke sini? Ah..tentu saja, Kevin ke sini, kan untuk menyampaikan pesan padaku. Kenapa tidak melalui pesan singkat saja? Pikiranku melayang ke mana-mana.

Selesai mandi, Kevin ternyata masih berbincang-bincang dengan Ibu yang saat ini sedang memasak. Bahkan, Kevin ikut membantu Ibu. Dari raut muka Ibu, tampak beliau senang dengan adanya Kevin. Mungkin karena Ibu senang dengan anak kecil, sama seperti aku. 

     "Kevin, Papa nggak mencari Kevin?" Aku mencoba mengingatkan Kevin dengan bertanya.
     "Nggak." Kevin menjawab sambil lalu.

Jam menunjukkan pukul 10.00 ketika Kevin pamit pulang. Ibu merasa kehilangan teman bicara kecilnya dan meminta Kevin datang lagi di lain waktu. Sebenarnya, Ibu meminta Kevin pulang sesudah makan siang, namun Kevin mengatakan kalau ia harus pulang. Aku mengantar Kevin ke depan. Aku heran dengan Kevin yang cerewet sekarang berubah menjadi pendiam.

     "Kevin masih ingin di sini? Kalau begitu, pulangnya nanti saja, biar Tante bilang papa Kevin."

Kevin menggeleng. Matanya sayu.

     "Kasihan Oma di rumah sendiri. Sebentar lagi, Papa mau pergi dengan Tante, kan?"
     "Kenapa Kevin tiba-tiba sedih?"
     "Kevin senang main di sini, Kevin juga sayang sama Oma."
     "Kevin bisa main-main lagi ke sini lain waktu."


Kevin mengangguk. 

     "Mama..."

Kevin tidak melanjutkan perkataannya. Sorot matanya dan ekspresi wajahnya sedih. Pesan apa yang ingin disampaikan Kevin padaku? Aku tidak mengerti. Kutatap Kevin yang mulai meninggalkan halaman rumah setelah mengucapkan salam dengan perasaan khawatir. Ada apa dengan anak itu?

Kutelepon Niko.

     "Ada apa, Iliana? Aku nanti ke sana. Tenang saja." 

Ge-er! Aku mengumpat dalam hati.

     "Aku tidak mengingatkan janji jam 11.00, Niko. Aku mau menanyakan Kevin. Kevin sudah pulang?" 

     "Sudah."
     "Dia baik-baik saja?"
     "Kenapa memangnya? Tampak sedih, sih, tapi dia akan baik-baik saja. Aku pergi sekarang, ya."
     "Aku tidak mau pergi kalau istrimu tidak ikut."

Kututup telepon tanpa memberikan kesempatan pada Niko untuk bicara. Memangnya Niko saja yang bisa seperti itu? Aku mulai bersiap-siap meskipun belum yakin apakah aku jadi pergi dengan Niko atau tidak. Tiba-tiba, ingatanku melayang pada ekspresi wajah Kevin saat ia mengucapkan 'mama'. Aku masih belum bisa menangkap pesan apa yang ingin disampaikan Kevin saat ia mengucapkan kata itu. Akan kutanyakan pada Niko.

                                                             ***

...bersambung

No comments:

Post a Comment