20.3.13

Telat

Kringg!! Kringg!! Kringg!!
Aku mendengar suara alarm. Malas-malasan aku meraba meja mencari weker. Jam berapa, sih? Kenapa aku memasang alarm jam 5.00 pagi? Aku menekan tombol weker. 

Tok tok tok! 
Siapa sih ketok-ketok pintu. Ini kan masih pagi.
Tok tok tok!
Suara ketukan pintu semakin keras. Aku membenamkan kepalaku dalam selimut tebal.

Jder jder jder!!
Suaranya bukan suara ketukan lembut di pintu lagi, tapi gedoran keras tanda kesabaran di ambang batas.
"Lola, kalau kamu nggak bangun, aku tinggal!" Suara seorang perempuan yang jauh dari kesan lemah lembut menyusul gedoran pintu.
"Ya, sudah, aku duluan yah!" Suara itu terdengar lagi. Aku membuka mata. Ada apa sih, ini? Ini masih pagi, kan? Pikirku dalam hati. Oh, My God! Pantes dia marah-marah.
"Cindai!!!! Tunggu!" Aku cepat-cepat membuka selot pintu dan berlari mengejar Cindai, sahabatku.

***
Setengah jam kemudian, aku dan Cindai sudah berada di perempatan Jalan Riau-Merdeka dengan sepeda masing-masing. Sepanjang jalan, aku harus pasrah mendengar omelan Cindai. Hampir saja aku kembali lagi ke rumah. Kayuhan pedal ini sudah membuatku lelah. 'Nyanyian' Cindai sepanjang jalan membuatku semakin bertambah lelah.
"Untung masih belum macet." Kata Cindai. "Kalau telat 5 menit aja, kita pasti nggak akan bisa nyampe cepat ke car free day. Keburu kena macet." Cindai masih mengomeli aku. Lampu hijau. Omelan terus berlanjut. Aku tidak tahan. Aku berhenti dengan perasaan kesal. Aku duduk di pinggir jalan. Untung sudah ada di dalam daerah car free day. Cindai masih belum sadar kalau aku tidak melanjutkan perjalanan. Aku merengut. Aku melempar-lemparkan kerikil ke kakiku sendiri. Tiba-tiba, sebuah sepeda berhenti di sebelah sepedaku. Aku melihat dari sudut mataku. Bukan Cindai. Bodo amat, ah. Aku masih melempar-lemparkan kerikil ke sekelilingku. Aku merasakan ada yang duduk di dekatku. Bukan Cindai, batinku. Orang di sebelahku menyapaku. 

"Kamu berantem sama temen kamu, ya?" 

Aku menoleh. Tuhan! Ia manis sekali. Moodku seketika berubah. Wajahku berangsur-angsur berubah menjadi berseri-seri. Dalam hati aku berkata, 

"Terima kasih, Cindai. I love you. Moga-moga minggu depan kita bersepeda lagi dan aku telat lagi, ya." 

Cowok ini manis sekali. Aku akhirnya mengobrol dengan cowok sebelahku. Tiba-tiba datang sepeda dengan decitan rem. Aku menoleh ke arah sepeda itu. Cindai!!! Mukanya terlihat jengkel sekali. 

***
Bandung
10.00 PM saat menunggu cucian dan mata mengantuk.

2 comments:

  1. hihihi... lucu ceritanya, kayaknya kamu bisa banget deh bikin cerpen yang lebih detail. keep writing ya.. :D

    ReplyDelete
  2. Terima kasih Riesna. Thanks buat supportnya. Ntar aku coba bikin yang lebih detil lagi.

    ReplyDelete