13.3.13

Di Kereta Malam

Aku berlari-lari menuju stasiun. 5 menit lagi. Kalau aku tidak sampai dalam 5 menit, tiket di  tanganku akan hangus. Artinya lagi, aku gagal pulang ke Surabaya. Padahal, aku sudah diultimatum keluargaku. Kalau besok aku tidak sampai rumah, aku dicoret dari daftar keluarga. Memangnya ada masalah apa sih, sampai ultimatum dikeluarkan untukku? Aku terus berlari menaiki tangga menuju keretaku. Aku dengar peluit panjang. Oh... itu keretaku. Aku berlari serasa terbang. Aku tidak ingat kalau aku menjejak bumi. Hop!! Aku melompat ke salah satu pintu kereta yang masih terbuka. Kereta yang mulai berjalan pelan. Aku menarik napas lega. Napasku masih memburu. Keringat bercucuran. Aku mengusap dahiku yang berkeringat. Lalu, aku mulai berjalan di dalam gerbong. Entahlah, saat ini aku berada di gerbong berapa. Aku pun tak ingat. Aku mulai bertanya-tanya aku ada di gerbong berapa. Sambil menenangkan diriku, aku berjalan mencari tempat dudukku. 

Oh, itu di sana. Itu tempat dudukku. Aku berjalan menuju kursiku. Masih dengan kening berkeringat, aku menghempaskan diriku. Aku ambil buku dari dalam tas. Kukipas-kipas mukaku. Padahal, aku berada di gerbong ber-AC. Aku menghembuskan napas lega sambil mengipasi mukaku. Aku ambil air minum. Kuteguk sampai setengah botol. Kusenderkan punggungku di kursi kereta. Lega!! Akhirnya aku berhasil pulang. Tiba-tiba 'The Wedding Songs'-nya Kenny G mengalun dari dalam tas. Aku cepat-cepat mengambil telepon genggamku dan menekan tombol bicara. Ayahku! 

"Jadi pulang, kan, In?" Ayah bertanya di seberang sana.
"Ini udah di kereta, Yah." jawabku.
"Bagus!" Singkat ayah menanggapi.
"Kenapa sih, Yah, aku disuruh pulang? Sampai diultimatum segala." aku bertanya.
"Kamu mau Ayah jodohkan."
"What?" Aku berteriak. Upss!! Aku menutup mulutku lalu memandang sekeliling dengan tatapan meminta maaf. Beberapa mata memandangku. Aku malu. Ayah masih berkata di ujung sana, tapi aku sudah tidak mendengarkan lagi. Aku kalut. 

"Dijodohin, ya, Mbak?" lelaki di sebelahku bertanya sambil nyengir. 
Aku diam, kesal dengan orang sok tahu. 
"Tadi mau ketinggalan kereta ya, Mbak?" 
Aku membalikkan badan memunggunginya. Aku pura-pura tidur. Aku sebal. Pada ayah, dan pada orang di sebelahku. Sekilas kuperhatikan dia. Senyumnya manis, matanya ramah. Sepertinya ia baik. Tapi saat ini aku belum berminat beramah-tamah dengannya. Topik perjodohan masih memenuhi pikiranku.

Sampai di Surabaya. Acara perjodohan ternyata bukan gertak sambal. Aku sudah hampir nangis-nangis tapi ayah tetap pada pendiriannya. Aku tertunduk lesu. Lelaki itu sudah datang. Tahukah kamu siapa dia? Lelaki yang duduk di sebelahku di kereta malam! Hmm...

No comments:

Post a Comment