22.2.15

Surat Untuk Sang Penguasa Waktu

Wahai Sang Penguasa Waktu, 
Terima kasih Kau beri aku tambahan usia. Engkau sungguh Hebat. Pasti Kau sudah merencanakan setiap detik, menit, jam, hari, bulan, dan tahun kehidupan manusia. Tak ada manusia yang mampu melakukan itu. Pasti Kau juga sudah punya rencana bagi tambahan usiaku. Karenanya, selalu ada cerita seiring dengan itu.

Wahai Sang Penguasa Waktu,
Tentunya Engkau ingat bertahun-tahun lalu, Kau memberiku sebuah pisau. Aku tolak dengan keras saat itu. Kau tentu tahu alasannya. Ya, aku takut memegang pisau itu. Aku takut pisau itu akan melukaiku. Aku takut, dengan pisau itu aku tidak bisa membelah benda sama besar. Dan aku berhasil menolaknya saat itu.

Wahai Sang Penguasa Waktu
Kali ini, kau beri lagi aku kesempatan memegang pisau dan aku menerimanya. Pisau yang berat dan tajam. Pisau khusus bermata banyak. Kali ini, benda yang harus kupotong lebih banyak dan lebih besar.
Dengan pisau itu, aku mengasah diriku untuk menjadi lebih tajam. Tapi, seperti buah simalakama (sesungguhnya, aku belum tahu buahnya seperti apa). Ketika pisau itu belum tajam, aku menggesekkannya berulang kali pada batu pengasah. Dengan mata pisau yang banyak, aku harus berhati-hati memegangnya supaya tidak terluka. Susah, lelah, dan sakit rasanya. Kadang, ketika aku mengarahkan pisaunya dengan maksud baik, orang lain menyangka sebaliknya. Ketika aku menggunakan pisau untuk membelah, orang lain tidak puas dengan hasilnya. Dengan pisau itu, mungkin sebagian orang membenci aku, menjelekkan kemampuanku memegang pisau, menertawakan bahwa aku bukan orang yang tepat untuk memegang pisau. Sedih sekali rasanya. Yang terakhir itu sungguh membuatku sakit. Tanpa kukatakan alasannya, Kau pasti sudah tahu. Kau tentu ingat, sudah berapa banyak air mata tumpah karena itu. Belum lagi air mata-air mata lainnya sesudah itu yang hanya Kau saja yang tahu. Wahai Sang Penguasa Waktu, akhir-akhir ini, mataku mudah sekali mengeluarkan air. Harapku, tak ada lagi air mata yang mengalir karena cemoohan, ejekan, ketidakpercayaan, atau keputusasaan. Aku tahu, Kau mengizinkanku memegang pisau untuk membuatku menjadi orang yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih baik baik lagi. Aku juga tahu, Kau ingin aku banyak belajar ilmu-ilmu kehidupan, nilai-nilai moral, dan warna-warni dunia.

Wahai Sang Penguasa Waktu, 
Beri aku waktu untuk belajar. Dampingi supaya aku bisa menggunakan pisau itu dengan bijaksana. Jadikan ejekan, cemoohan, tertawaan itu sebagai pelebur dosaku. Tidak ada dukungan yang lebih berarti selain dukungan dari-Mu.

Wahai Sang Penguasa Waktu,

Sekarang, beri aku waktu sejenak untuk mencari tiket-tiket murah. Kebutuhan untuk melihat dunia begitu mendesak dalam tubuhku. Terima kasih karena Kau mau membaca suratku.  

No comments:

Post a Comment