15.2.15

Surat Untuk Aku

Ini surat pertama untuk diriku. Sebab rasa rindu yang membuncah dengan amat sangat. Aku rindu pesawat. Sungguh! Seperti setahun lalu. Euforia bersama sekelompok manusia atau pergi sendiri terasa menggairahkan jiwa. Penuh keriangan dan semangat berpetualang. Tak mengeluh meskipun harus bangun dini hari karena jadwal take off pagi hari. Dering suara ponsel berkali-kali hanya sekedar memberi tanda bahwa sekarang saatnya bangun. Berkumpul di bandara pada saat pintu bandara masih tertutup rapat. Tubuh-tubuh di atas bangku ruang tunggu melenguhkan nafas perlahan. Entah sejak kapan mereka tertidur lelap. Tas-tas dan koper-koper bergeletakan tak tahu siapa pemiliknya. Mini market dengan kopi instan buka 24 jam. Hiruk pikuk kala pintu bandara di buka terjadi di pagi buta. Orang lalu-lalang bersliweran menarik koper. Antri  panjang melintasi penjaga, sensor bagasi, check in, imigrasi, rasanya masih kuat di ingatan. Aku merindukan keriuhan saat itu. 

Aku rindu pesawat. Sungguh! Setiap beberapa menit, pesawat yang melintas di depan mata membuat kawah dalam diriku . Kawah keinginan yang bisa meletus. Aku ingin mengulang kenangan setahun lalu. Berada di dalamnya, semangatku membara. Ketika memandangnya, rasa takjub mendera. Ketika meninggalkannya, aku merindukannya. Kejenuhan, ketidakpercayaan diri, keputusasaan terhadap rasa percaya yang kurasa tak kunjung ada, tusukan dari belakang yang tak disadari, rasa kecewa, komentar-komentar yang menjatuhkan, tangisan diam-diam, membuat aku enggan membuka mata setiap pagi, mengumpulkan rasa ingin pergi. Aku ingin terbang jauh. 

Aku rindu pesawat. Sungguh! Seperti setahun lalu. Kenangan yang sering menyeruak tanpa diminta. 

No comments:

Post a Comment