29.12.17

Musim Gugur, Romantic Season yang Tak Romantis


Aku duduk di bawah pohon maple. Mengagumi momiji yang seakan tersenyum dan berkata,”Pandanglah aku sepuasnya!” Kenapa Tuhan menciptakan begitu banyak keindahan di sekelilingku? Tak henti-hentinya aku bersyukur. Tak bosan-bosannya aku memandang dedaunan berbagai warna. Tak puas-puasnya aku mengagumi keindahan ini. Thanks, God! Momiji ini setidaknya dapat memberikan kesegaran jiwaku yang mulai limbung. Aku memang berniat menghilangkan segala kegalauan yang kurasakan di tanah air dengan berlibur ke sini. Dinginnya udara tidak membuatku untuk segera berpindah. Biarlah! Kapan lagi aku bisa merasakan udara dingin seperti ini? Aku mempererat syal yang melingkari leherku. Kehangatan menjalar seketika.

Dari dulu, aku bercita-cita bisa mengunjungi Jepang pada saat musim gugur. Vina, teman seperjalananku  yang sekarang sedang mencari teh hangat di vending machine, ingin pergi di musim semi. Kami memang partner dalam beberapa kali perjalanan. Hanya berdua. Kami tidak pernah mengikuti tur. Membatasi kebebasan kami dalam menentukan keinginan menurut kami. Dengan kata lain, kami tidak mau diatur. Duduk manis menikmati perjalanan dengan pemandu kami anggap kurang menantang. Kami ingin mengatur diri kami sendiri. Mempelajari peta dan kesasar adalah bumbu yang mewarnai perjalanan kami. Di situlah asyiknya. 

Aku tidak mau pergi di musim semi. Aku bilang pada Vina, pergi di musim gugur, atau kita pergi sendiri-sendiri. Akhirnya Vina mengalah. Toh, kalau melihat reaksinya, aku menyimpulkan kalau ia cukup ...bukan, bahkan sangat puas. Aku pengagum musim gugur, tapi dia berteriak lebih kencang dari aku ketika pertama kali melihat pohon ginko. Aku yang bersikeras pergi di musim gugur, tapi ia yang paling sering minta difoto di berbagai taman dengan latar belakang momiji. Cih!

Ke mana Vina? Kenapa ia lama sekali pikirku. Sebentar lagi malam. Kuil ini akan tutup. Penjaga kuil biasanya akan berkeliling dan ‘mengusir’ pengunjung yang belum juga keluar. Sambil menunggu Vina, aku keluarkan ponsel dari saku. Kukagumi foto-foto berbagai tempat yang sudah kami kunjungi selama di Jepang. Sampai pada satu foto berhenti. Kekaguman yang kurasakan berubah menjadi kejengkelan. Sialan! Kenapa foto ini belum aku hapus? Rasanya aku sudah menghapus semua foto Adelio. Ya, Tuhan, kenapa rasa bahagia ini harus sedikit rusak karena Adelio? Lelaki pengecut yang membuat aku ‘kabur’ ke negeri ini? Cepat-cepat aku hapus dengan kejengkelan luar biasa. Tidak, aku tidak mau rasa senang ini berganti dengan kejengkelan. Aku kembali melihat foto-foto dan mengaguminya. Pelan-pelan senyumku kembali mengembang.

Tiba-tiba, suasana berubah menjadi teduh. Sosok di depanku menghalangi sinar matahari yang sebentar lagi akan lenyap. Ah... Vina sudah datang rupanya.
“Lama bener, Vin. Nyangkut di mana?” 
Aku  mendongak hendak menatap Vina. Yang berada di depanku bukan Vina. Tapi sesosok tinggi kekar dengan wajah gelap karena sinar matahari berada di belakangnya. Pelan-pelan, pandanganku mulai jelas. Ia bukan Vina.

“Halo, Karla! Apa kabar?” Sosok itu tersenyum. Aku sebaliknya. Senyumku memudar. Ponsel yang kupegang hampir terlepas. Tuhan, kenapa kau hadirkan kembali sosok masa lalu yang sudah aku lupakan dengan susah payah? Kenapa ia tiba-tiba ada saat aku juga ingin mengenyahkan Adelio dari hidupku? Tuhan, Kau memang sutradara ulung. Tak bisa aku melawanmu. Kenapa Kau pertemukan kami di sini? Tempat yang dulu menjadi incaran kami berdua untuk berlibur?

Sosok itu masih tersenyum. Senyumnya masih memikat. Karismanya masih terasa lekat. Aku tak kuasa memandang wajahnya. Kualihkan pandangan. Di kejauhan, kuil Kinkakuji berdiri kokoh seakan berkata,”Pandangilah aku sepuasnya! Kalian pergi jauh-jauh ke sini untuk melihat aku, kan?”

Rasanya aku seperti mendengar lagu Mantan Terindahnya Raisa mengalun di telingaku. Semacam lagu pengiring musim gugur yang katanya romantic season. Di mana romantisnya ketika aku masih berkubang dengan masa lalu?

Vina...mana Vina? Aku butuh pengalih perhatian!

*******
Momiji: Perubahan warna pada daun pohon saat musim gugur.
Vending machine: mesin otomatis yang menyediakan barang-barang seperti berbagai snack, minuman, atau beberapa benda lainnya dengan memasukkan uang koin pada mesin sesuai harga yang tertera. 
Ginko: sejenis pohon berdaun kuning terang saat musim gugur.

No comments:

Post a Comment