5.1.14

Petualangan ke Negeri Kuayan Part. 4

Tiga hari di Kuayan membuat telinga menjadi semakin terbiasa dengan obrolan tetangga berbahasa Jawa, mati lampu yang semakin kerap terjadi, dan air PAM yang mati seiring dengan matinya lampu. Bunyi walet memecah kesunyian. Knalpot motor yang sengaja dirancang agar 'meraung' sesekali terdengar. Hari keempat, perjalanan dilanjutkan ke Palangka Raya.

Satu hal yang tidak pernah ada dalam bayangan adalah ditabraknya kaki jembatan Bajarum. Awalnya, kupikir jembatannya yang runtuh. Ternyata bukan. Sabtu dini hari, satu perahu tongkang menabrak kaki jembatan. Akibatnya, kendaraan berat khususnya mobil, tidak boleh melewati jembatan. Rusaknya kaki jembatan membuat lumpuh jalur transportasi. Perjalanan ke Sampit yang biasanya tiga jam menjadi lima jam dan ke Palangka Raya yang biasanya lima jam menjadi sebelas jam. Sungguh benar-benar petualangan.

28 Desember 2013, jam 8 pagi, kami (aku dan Meli) dijemput taksi ke Sampit. Masih ingat, kan, dengan taksi? Taksi adalah sebutan untuk travel, mobil milik pribadi berplat kuning yang dijadikan alat transportasi umum antar kota. Kenapa harus ke Sampit dulu? Karena Jembatan Bajarum yang tidak bisa dilewati membuat rute perjalanan yang berubah. Jika jembatan bisa dilewati, maka kami akan berhenti di suatu daerah yang bernama Pelantaran, lalu kami ganti taksi. Karena jembatan rusak, maka, taksi tidak melewati Pelantaran sehingga kami harus ke Sampit dahulu lalu ganti travel menuju Palangka Raya. Ibaratnya dari Bandung mau ke Cirebon melalui Cikampek. Seharusnya di Cikampek ganti kendaraan tapi karena Cikampek tidak dilewati maka kami harus ke Jakarta melalui jalan lain dan ganti kendaraan dari Jakarta menuju Cirebon. Itulah mengapa perjalanan menjadi sangat lama.

Saat menuju Sampit, kami melewati jalan yang berbeda dengan saat kami datang ke Kuayan. Hujan deras tadi malam membuat jalanan tanah merah jadi becek dan ada bagian yang berlumpur. Hutan, lembah, pohon-pohon sawit di kiri kanan jalan, tanah berlumpur, bukit, membuat aku serasa sedang mengikuti offroad. Hanya saja, mobil yang dipakai bukan mobil jeep beroda khusus untuk offroad.



Dari Kuayan ke Sampit
Suatu ketika, kami akan melewati sungai kecil dengan jembatan di atasnya. Sopir taksi berkata sambil bercanda sebelum melewati jembatan, "Tutup mata." Bagaimana tidak, jembatan tersebut hanya bisa dilewati oleh satu mobil, terbuat dari papan, sudah reyot pula. Mungkin saja ada penumpang yang merasa ngeri. Alhamdulillah, kami berhasil melewati jembatan dengan selamat. 

Jembatan 'tutup mata'
Kami sampai di Sampit sekitar pukul 12-an. Lebih cepat dari saat kami berangkat dari Sampit ke Kuayan. Mungkin karena kami berjalan terus tanpa berhenti di tempat peristirahatan. Pukul 13.00 kami sudah harus berangkat dengan travel lain ke Palangka Raya. 

Setelah beristirahat sebentar untuk makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Palangka Raya. Yang kami ketahui, kami akan berganti mobil di Jembatan Bajarum, jembatan yang kakinya patah karena ditabrak tongkang. Beberapa kilometer dari Jembatan Bajarum, mobil-mobil sudah berderet cukup panjang. Ternyata mobil-mobil itu sedang antri menyeberang Sungai Kahayan dengan feri yang hanya ada satu-satunya. Berjam-jam sudah mobil-mobil itu menunggu di sana. 

Antrian untuk menyeberang Sungai Kahayan dengan
satu-satunya feri di sana.
Travel berhenti di belakang sebuah mobil truk. Begitu mobil berhenti, beberapa orang lain mendatangi mobil yang kami tumpangi dan menawarkan jasa ojek melewati jembatan. Sopir travel menolak. Jadi, kupikir, kami berhenti untuk menunggu mobil lain yang akan membawa kami ke Palangka Raya. Sempat terpikir juga bahwa kami akan melewati jalan lain, namun ternyata sopir mengatakan tidak ada jalan lain selain melewati jembatan. Di tengah kebingungan dengan apa yang terjadi saat itu, datanglah serombongan sepeda motor. Ternyata mereka adalah tukang ojek. Kami dikenalkan dengan sopir yang akan mengantar kami ke Palangka Raya. Ternyata oh ternyata, kami memang harus melewati jembatan dengan jasa ojek untuk sampai di seberang Jembatan Bajarum. Mobil yang menuju ke Palangka Raya diparkir di seberang jembatan. Jadilah kami semua (5 penumpang) naik ojek dengan membawa barang-barang bawaan kami (koper, ransel, rice cooker, kardus, dll) menuju seberang jembatan. Sudah selesai sampai di situ? Tidak! Berhubung banyaknya mobil yang menuju antrian, sepeda motor, dan orang berlalu-lalang, kemacetan pun tak dapat dihindarkan. Kami terpaksa turun dari ojek sebelum sampai travel  untuk mengurai kemacetan dan meneruskan dengan berjalan kaki. 


Berjalan setelah turun ojek  menuju travel

Setelah perjuangan melewati Jembatan Bajarum, akhirnya sampailah kami di mobil travel dan siap melanjutkan perjalanan yang masih cukup jauh. Untungnya, jalanan mulus. Tidak ada jalan berlubang atau rusak. Tidak ada kemacetan. Jalanan lancar dan lengang. 



Kami sampai di Palangka Raya pada pukul 18.30. Sungguh suatu perjalanan yang panjang dan melelahkan. Bagaimana tidak, kami berangkat sejak pukul 8.00 dan tiba pukul 18.30. Tapi, semuanya tergantikan oleh banyaknya pengalaman yang didapat. Tak semua orang bisa merasakannya, kan? Ditambah hiburan musik sepanjang Bajarum-Palangka Raya. Sepanjang 200 km, kami disuguhi Rhoma Irama. Rupanya Pak Sopir fansnya Bang Rhoma. Uniknya, sebelum Jembatan Bajarum sampai hotel tempat kami di Palangka Raya, jalan yang kami lalu hanya satu, Tjilik Riwut. Coba bayangkan sepanjang apa Jalan Tjilik Riwut itu? Kamu mau mencobanya?


Iin, menjelang pergantian tahun.
NB: Foto-foto dokumentasi pribadi dan Meli.

No comments:

Post a Comment