Sebenarnya, nama daerahnya bukan Negeri Kuayan, tapi Kuala
Kuayan, sebuah daerah di Mentaya Hulu, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Hanya saja, seorang teman yang sedang PTT di sana sering menyebutnya
Negeri Kuayan. “Biar keren,” katanya. Warga setempat biasa menyebutnya Kuayan.
Untuk mencapai Kuayan, saya terbang dari Jakarta menuju
Sampit. Sampit adalah kota terdekat dari Kuayan, merupakan ibukota kabupaten
Kotawaringin Timur. Hanya ada dua maskapai penerbangan yang bertujuan ke Sampit
yaitu Kalstar Aviation dan Merpati Airline. Sepintas mirip dengan Bandara
Husein Sastranegara di Bandung (karena atap bangunan berwarna biru), namun
ukurannya lebih kecil. Nama bandara Sampit adalah H. Asan. Dari atas (sebelum mendarat), yang terlihat adalah hamparan pepohonan dan sungai. Jarang terlihat atap bangunan.
Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kuayan, saya harus
bermalam di Sampit. Tidak ada transportasi umum di sore atau malam hari menuju
Kuayan. Satu-satunya transportasi umum yang bisa digunakan untuk mencapai
Kuayan adalah taksi. Jangan bayangkan ‘taksi’ seperti ‘taksi’ di kota-kota
besar. ‘Taksi’ yang dimaksud adalah mobil berplat hitam dengan tarif Rp. 100
ribu per orang milik pribadi, bukan perusahaan. Teknisnya seperti travel door to door tanpa nama perusahaan travel atau simbol-simbol
perusahaan di badan mobil seperti travel yang biasa kita lihat di kota-kota di Jawa. Penumpang
akan dijemput pada pagi menjelang siang dan diantar sampai tempat tujuan. Kebanyakan hanya ada sekali trayek dari Sampit ke Kuayan, begitu pula sebaliknya. Jarang ada trayek pulang-pergi Kuayan-Sampit-Kuayan.Bandara H. Asan Sampit |
Pemandangan dari Batu Mandi ke arah Sungai Mentaya |
Salah satu tempat unik di Sampit adalah Batu Mandi, sebuah tempat makan
yang menyajikan hidangan ikan bakar dan sejenisnya. Letaknya di tepi Sungai
Mentaya dan dibangun saung-saung di atas sungai. Banyak perahu (besar dan
kecil) berlalu lalang atau ditambatkan di sungai tersebut karena menunggu
barang dimasukkan ke dalam perahu. Jika ada perahu yang lewat, beberapa saat
kemudian, saung tempat saya duduk akan bergoyang-goyang terkena gelombang air
yang dilewati perahu.
Pagi harinya, teman saya mengajak sarapan di depan Taman Kota Sampit. Banyak pedagang di depan taman dan mereka menyajikan menu khas Jawa karena mereka berasal dari Jawa. Sebelum saya berangkat ke Kuayan, kami sudah menyusun rencana termasuk sarapan pagi di Sampit sebelum ke Kuayan. Saat itu, kami sudah berdebat tentang menu sarapan yang diajukan teman saya. Perdebatan masih berlangsung saat menu sarapan kembali dibahas di mobil dan saat berjalan menuju Taman Kota. Kenapa diperdebatkan? Karena teman saya mengajukan menu ini untuk sarapan!
'Cherbon maning' di Kalimantan |
Sebagai orang Cirebon, sudah sering saya makan bubur ayam khas Cirebon. "Jauh-jauh ke Kalimantan masa makan bubur ayam Cirebon." Itu yang saya ungkapkan pada teman saya. Namun, pada akhirnya kami tetap makan di sana. Baiklah. Seperti kata pepatah "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." Orang Cirebon tidak bisa berjauhan dengan hal-hal berbau 'Cirebon'.
Bersambung ke Part.2.
Bersambung ke Part.2.
Iin
Kuala Kuayan di Siang Hari.
No comments:
Post a Comment